Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah "Minyak Bumi" Abad ke-21

Kompas.com - 16/03/2012, 11:26 WIB
Dahono Fitrianto

Penulis

Dalam wawancara dengan Kompas waktu itu, Kepala Badan Geologi R Sukhyar mengatakan, Indonesia sebenarnya memiliki stok mineral mengandung LTJ yang sudah ditambang, yakni di kawasan pertambangan timah di Kepulauan Bangka-Belitung (Babel).

Selama ini, mineral-mineral itu menjadi produk sampingan (slag) pengolahan bijih timah oleh tambang-tambang timah di kepulauan tersebut, termasuk oleh PT Timah. "Timah berasal dari batuan induk granit. Jadi setiap ada tambang timah, pasti mineral-mineral mengandung LTJ ini juga ada," ungkap Sukhyar.

Dalam sebuah audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap PT Timah dan PT Koba Tin, dua perusahaan tambang yang beroperasi di Babel, diketahui cadangan mineral mengandung LTJ ini sangat besar. PT Timah misalnya, menurut data stok 2006 memiliki 408.877 ton monazite (mengandung 50-78 persen oksida tanah jarang atau rare earths oxides/REO), 57.488 ton xenotime (mengandung 54-65 persen REO), dan 309.882 zircon (mengandung ittrium dan cerium).

Sementara PT Koba Tin hingga September 2007 memiliki stok monazite sebesar 174.533 ton. Data Badan Geologi menunjukkan, kawasan Kepulauan Babel yang sudah dieksplorasi menunjukkan potensi sumber daya monazite sebesar 10.526,8 ton.

Mineral sebanyak itu selama ini hanya disimpan di gudang perusahaan-perusahaan tersebut. Karena sifatnya yang mengandung unsur radioaktif uranium dan thorium, stok mineral tersebut tidak diproses lebih lanjut, karena harus melibatkan institusi pemantau zat radioaktif, seperti Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan IAEA.

Selain itu, karena pemerintah belum menetapkan LTJ sebagai sasaran eksplorasi, maka seluruh stok mineral mengandung LTJ ini dibiarkan begitu saja. Sukhyar mengatakan ada risiko stok mineral potensial tersebut diselundupkan ke luar oleh orang-orang yang mengerti nilai sesungguhnya mineral ini.

Penyelundupan mineral produk sampingan tambang ini bukan tidak mungkin. BPK mencatat pernah ada usaha penyelundupan mineral ilmenite, yang mengandung uranium dan thorium, dari Kabupaten Bangka Tengah pada 24 November 2007.

Lebih jauh dari itu, karena pemerintah memang belum melihat ke potensi LTJ ini, kegiatan eksplorasi lanjutan untuk mengetahui berapa sesungguhnya cadangan logam tersebut yang dimiliki Indonesia juga belum pernah dilakukan. Apa lagi membahas teknologi pemurnian LTJ itu pada skala industri. "Sampai sekarang belum ada survei keekonomian penambangan LTJ ini," tutur Sukhyar.

Di laman resminya, (http://www.toyota-tsusho.com/english/csr/business/case01.html), Toyota Tsusho Corp menyatakan akan membangun pabrik pemurnian LTJ di Pulau Bangka, dengan mengolah slag sisa pengolahan bijih timah. Perusahaan tersebut mengharapkan bisa mengekstrak neodimium dan disprosium, yang sangat penting bagi pembuatan Toyota Prius.

Meski susah dan membutuhkan penguasaan teknologi khusus, pembangunan pabrik proses pengolahan untuk skala industri di Indonesia bukan hal yang tak mungkin. Triharyo Soesilo, mantan Direktur Utama PT Rekayasa Industri—BUMN yang bergerak di bidang rancang bangun dan rekayasa fasilitas industri, mengatakan, pada prinsipnya pasti ada perusahaan-perusahaan di dunia yang memegang lisensi pabrik pemisahan LTJ ini.

"Jika lisensi itu kita dapatkan, maka kita pasti bisa membangun pabriknya," tutur Triharyo, alumnus Teknik Kimia ITB, yang kini menjadi salah satu anggota Dewan Komisaris Pertamina itu.

Sekarang, tinggal kembali pada niat dan visi para pemimpin pemerintahan Indonesia. Apakah akan ikut serta dalam percaturan masa depan dunia, atau mau berpuas diri di dalam "zona nyaman" sebagai pengikut dan konsumen.

Jika China bisa memiliki visi 30 tahun ke depan, mengapa kita tidak?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com