Beberapa hari sebelum pemilu dilangsungkan, Ikhwanul Muslimin menolak untuk bersama kaum muda dan memilih untuk mendukung militer. Hal ini menjadi agenda yang harus mereka perhatikan agar momentum revolusi dan demokrasi mendapatkan dukungan dari partai politik koalisi demokrasi dan kaum muda.
Pemandangan ini membuktikan bahwa Ikhwanul Muslimin telah belajar dari pengalaman AKP di Turki dan Ennahda di Tunisia yang lebih berminat pada upaya menjaga momentum demokrasi dengan mengedepankan agenda ekonomi daripada agenda ideologis mereka.
Maka dari itu, Ikhwanul Muslimin tidak akan mendapatkan tentangan dari kalangan liberal dan kiri, tetapi tentangan serius justru datang dari kaum salafi dan kaum muda di Lapangan Tahrir.