Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Musik Rap dan Tato Warisan Militer AS di Irak

Kompas.com - 25/11/2011, 09:15 WIB

SETELAH lebih dari delapan tahun bercokol di Irak, militer Amerika Serikat akan segera pergi meninggalkan demokrasi yang masih bayi, kenangan pahit akan perang, dan—bagi kaum muda negara itu—musik rap, tato, dan sejumlah slang populer. Dengan kata lain, pada tenggat 31 Desember, AS menyelesaikan program penarikan pasukan dengan meninggalkan hal baik, hal buruk, dan apa yang disebut ”Lil Czar” Mohammed sebagai hal yang punky.

Mengenakan celana loreng tentara longgar, sepatu kets, dan topi bisbol berlogo ”NY” yang dipasang terbalik, anak muda berusia 22 tahun itu memperlihatkan gerakan-gerakan breakdance pada suatu sore yang cerah di sebuah taman di Baghdad.

”Orang lain mungkin akan berhenti menjadi penyanyi rap setelah orang-orang Amerika pergi. Tetapi, saya akan jalan terus sampai saya mencapai New York,” kata Mohammed, pengajar paruh waktu di sebuah sekolah dasar itu.

Delapan juta orang Irak—seperempat jumlah penduduk negeri itu—lahir sejak invasi militer AS di Irak tahun 2003. Anggota Dewan Hubungan Luar Negeri di New York, Brett McGurk, yang belum lama melepaskan jabatannya sebagai penasihat senior Kedubes AS di Baghdad mengatakan, hampir separuh populasi negara itu berusia di bawah 19 tahun. Setelah bertahun-tahun menyaksikan tentara AS berpatroli, tak terhindarkan bahwa gaya hip-hop, lagak preman, dan ucapan bahasa Inggris populer menulari anak-anak muda Irak.

Dengan menyebut diri punky atau hustlers, banyak dari mereka mengenakan baju kaus berkapucon, mendengarkan musik 50 Cent atau Eminem dan menonton film vampir Twilight. Mereka makan hamburger dan piza serta nekat bermain sepatu roda di antara ramainya lalu lintas kendaraan. Gaya rambut berpaku (spike) atau gaya marinir juga menjadi identitas mereka.

Aneh

Bagi orang Irak pada umumnya, kebiasaan mereka tampak aneh. Namun, bagi kaum muda, gaya hidup mereka adalah bagian penting dari upaya mengejar impian Amerika.

”Lil Czar” Mohammed, seorang Muslim Syiah, mengatakan, dia kenal kultur Amerika dari seorang kawannya. Dia berusaha merekam sebuah lagu rap dalam bahasa Arab dan Inggris ”mengenai keadaan kami yang tak punya pekerjaan”.

Tak semua orang Irak menyambut gembira ”pergeseran” budaya itu. Dr Fawzia A al-Attia, sosiolog pada Universitas Baghdad, mengatakan, salah satu hasilnya adalah kaum muda Irak sekarang menolak seragam sekolah, berpacaran, dan memberontak kepada orang yang lebih tua.

”Remaja, terutama di kawasan miskin yang orangtuanya miskin dengan pendidikan rendah, mulai mengambil aspek-aspek negatif masyarakat Amerika. Mereka mengira dengan meniru orang-orang Amerika, mereka mendapat status yang lebih tinggi dalam masyarakat.”

Sementara pasukan AS mulai menutup pangkalan mereka, orang Irak membongkar tempat sampah untuk mengambil seragam, topi, dan sepatu bot yang dibuang, serta menjualnya kepada anak-anak muda yang mau membayar mahal untuk berpakaian seperti tentara.

Bisnis tato di Baghdad juga berkembang pesat. Salon tato Hassan Hakim di kawasan elite Karradah penuh dengan foto perempuan dan laki-laki bertato. ”Kaum muda Irak bersemangat punya tato di badan mereka, mungkin karena kehadiran orang Amerika di sini,” kata Hakim, yang sebagian besar pelanggannya adalah petugas keamanan yang meniru rekan-rekan Amerika mereka. (AP/DI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com