Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Perez Bidik Kartel Obat Bius

Kompas.com - 07/11/2011, 16:56 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Sudah banyak yang mafhum kalau Guatemala menjadi jalur perlintasan penyelundupan obat bius ke Amerika Serikat dari Amerika Latin. Pihak pengamat militer di negeri itu bahkan mengatakan 40 persen wilayah Guatemala berada dalam cengkeraman kartel barang haram itu.

Obat bius alias narkoba menjadi kelaziman pula bagi kriminal jalanan. "Membersihkan Guatemala dari kartel obat bius dan kriminal jalanan adalah tantangan utama Presiden terpilih Otto Perez," tulis media massa sebagaimana warta AP dan AFP pada Senin (7/11/2011).

Otto Perez, memang baru terpilih kemarin. Mengantongi 54,5 persen suara, mantan militer ini menyingkirkan pesaing utamanya Manuel Baldizon. Pebisnis kaya ini hanya mampu meraup 45,5 persen suara.

Otto Perez adalah mantan jenderal yang berhaluan kanan. Ia adalah militer pertama yang memenangi pemilihan presiden (pilpres) sejak 1986.

Perez, menurut sementara kalangan memang belajar dari pendahulunya, Alvaro Colom. Mantan presiden berhaluan kiri ini terhitung gagal mengurangi angka kejahatan dan melindungi Guatemala dari pengaruh kartel obat bius Meksiko.   

Tangan besi

Salah satu upaya untuk memukul mundur gerombolan gembong narkoba adalah kebijakan tangan besi. Hal itulah yang menjadi andalan kelahiran Guatemala City pada 1 Desember 1950 ini. Ia akan merealisasikan penambahan 10.000 personel polisi dan 2.500 personel tentara. Cara penambahan jumlah aparat juga menjadi kebijakan pemerintah Meksiko melibas komplotan kartel narkoba. 

Angka kejahatan di Guatemala khususnya pembunuhan delapan kali lebih tinggi dari Amerika Serikat. Makanya, sebagian besar dari 14,7 juta penduduk negeri itu ingin pemerintah tegas memberantas para penjahat. "Bahkan di sekolah kerap terjadi pemerasan," kata ibu rumah tangga Elsa Guzman.

"Saya lebih mempercayai tentara. Mereka tidak takut keluar malam. Tapi polisi, mereka tidak pernah keluar malam," imbuhnya.

Kendati begitu, penonjolan kekuatan polisi dan militer menggugah kekhawatiran kelompok hak asasi manusia (HAM). Pasalnya, luka sejarah Guatemala lantaran kediktatoran bersenjata, boleh jadi, bakal berulang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com