Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebas dari Sekapan Tentara Khadafy

Kompas.com - 26/08/2011, 12:16 WIB

Sikap agresif para pria bersenjata itu memicu paranoia tentang menjadi sandera, menjadi tahanan, dieksekusi. "Kami sadari, jika mereka telah diberi perintah untuk menjadikan kami tahanan atau mengeksekusi kami, tidak ada yang bisa kami lakukan."

Kondisi semacam itu serta kesadaran bahwa nasib mereka tergantung pada para pria bersenjata menimbulkan pikiran tentang hal terburuk: mereka tidak akan bisa keluar hidup-hidup.

Chance lalu menelepon ibu dan istrinya untuk memberitahu mereka apa yang harus dilakukan dengan jenazahnya nanti. Istrinya meminta putrinya yang berumur lima tahun ikut bicara di telepon. Jika ini salam perpisahan, anak satu-satunya perlu mendengar suara sang ayah. Koresponden kawakan yang telah meliput konflik di Balkan, Chechnya, Irak, dan Afganistan itu tidak memberitahu gadis kecilnya tentang bahaya yang dihadapinya. Dia justru berbicara tentang tahun ajaran baru.

"Kamu mulai bersekolah dua minggu lagi," katanya. "Berjanjilah kepadaku bahwa kamu akan belajar rajin di sekolah." "Ya, Papa, aku janji," jawab putrinya. "Jadi anak baik untuk saya dan mamamu," katanya lagi. "Papa, aku akan lakukan itu."

Hatinya hancur. Ia berada 2.000 mil dari rumahnya di Moskwa. Dia ingin satu hal saja: melihat putrinya pada hari pertama masuk sekolah. Dia tidak yakin apakah keinginannya itu akan terwujud.

Pertempuran kian intensif di luar. Para sniper menembak hotel itu, menghancurkan jendela dan membuat saraf tegang. Chance dan para wartawan lain menghabiskan 36 jam telungkup di lantai dengan sedikit makanan atau air.

Dengan pemadaman listrik yang sering, sulit untuk mengikuti perkembangan di Tripoli, di luar tembok hotel itu. Namun, pekerjaan membuat Chance tetap fokus. Dia berkicau via Twitter dengan menggunakan smartphone, telepon satelit, atau menelepon teman-teman dan mendiktekan pemikirannya.

Pada satu titik, hari Selasa, ia melongok melalui balkon yang menghadap ke halaman dalam hotel yang diawasi para pria bersenjata. "Saya rasa Anda senang sekarang bahwa orang Libya saling membunuh," teriak seseorang.

Berhubungan sebagai manusia

Suara tembakan artileri menembus keheningan pada Rabu pagi. Wartawan terjaga. Sekitar pukul 06.00, semua pria bersenjata di hotel, kecuali yang lebih tua itu, meninggalkan hotel. Karadsheh dan juru kamera berbahasa Arab itu mendekatinya. Sehari sebelumnya, Karadsheh mendengar dia mengatakan kepada para pemuda bersenjata itu untuk tetap tenang dan baik terhadap wartawan. "Kita ingin mereka kembali ke negara mereka dan mengatakan hal-hal yang baik tentang kita, bahwa betapa rakyat Libya adalah orang-orang yang berani."

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com