Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinta Permanen Langkah Mundur

Kompas.com - 15/07/2011, 04:46 WIB

PUTRAJAYA, KAMIS - Komisi Pemilihan Umum Malaysia atau Suruhanjaya Pilihan Raya menyatakan, tuntutan gerakan Bersih 2.0 agar digunakan tinta permanen untuk menandai pemilih adalah langkah mundur. SPR telah mempersiapkan metode yang lebih canggih untuk mencegah orang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua SPR Datuk Wira Wan Ahmad Bin Wan Omar di kantor SPR di Putrajaya, Malaysia, Kamis (14/7). Wan Ahmad mengatakan, salah satu sistem yang dikembangkan saat ini adalah pendaftaran pemilih menggunakan metode biometrik sehingga identitas pemilih tak bisa dipalsukan.

Wan Ahmad menambahkan, penerapan tinta permanen sebagai penanda seseorang sudah menggunakan hak pilihnya hanya dilakukan di negara berpenduduk besar, seperti Indonesia, India, Pakistan, dan Filipina. ”Di negara-negara itu, jumlah pemilih banyak, seperti di Indonesia ada 120 juta pemilih. Jadi, mereka perlukan tinta untuk mencegah pemilih menggunakan hak pilih dua kali. Sedangkan di Malaysia cuma ada 12 juta pemilih,” tutur Wan Ahmad.

Warga Malaysia juga memiliki kartu identitas penduduk yang dilengkapi cip elektronik dan nomor induk kependudukan sehingga tak ada orang yang memiliki nomor identitas sama. Dengan demikian, pemilih terdaftar juga tak bisa menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.

”Teknologi informatika dan komputer (ICT) di Malaysia sudah maju, mengapa kita harus mundur, balik ke zaman tinta lagi?” ungkap pria yang sudah 15 tahun menjadi anggota SPR ini.

Wan Ahmad menambahkan, penggunaan tinta ini juga membutuhkan amandemen undang- undang dasar federal Malaysia karena pada Pasal 119 konstitusi tersebut tercantum bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk menggunakan hak pilihnya. ”Jika menggunakan tinta, bisa saja ada sabotase, jari seseorang diberi tinta sebelum memilih, sehingga ia dianggap sudah memilih dan tak bisa menggunakan hak pilihnya lagi. Itu artinya kami menghilangkan hak warga negara,” ujarnya.

Penggunaan tinta permanen adalah satu dari delapan tuntutan gerakan Bersih 2.0, yang menggelar demonstrasi besar- besaran, Sabtu pekan lalu, dan memicu kontroversi di kalangan masyarakat Malaysia. Tuntutan lainnya adalah pembersihan daftar pemilih dari para ”pemilih hantu”, perpanjangan masa kampanye menjadi minimum 21 hari, dan mereformasi sistem pemilihan melalui pos.

Wan Ahmad mengatakan, pembersihan daftar pemilih sebenarnya dilakukan setiap saat. Setiap hari, unit ICT SPR mengecek basis data Jawatan Pendaftaran Nasional (JPN), lembaga yang mendaftar kematian dan kelahiran penduduk di Malaysia, secara online. ”Setiap warga harus melapor ke JPN untuk mendapat sertifikat kematian sehingga JPN akan terus memperbarui datanya. Jika ada di antara pemilih dalam daftar pemilih dinyatakan mati, kami langsung menghapus dari daftar,” ungkap Wan Ahmad.

Kemungkinan

Wan Ahmad mengakui, tetap ada kemungkinan sebagian warga tidak memperbarui data atau mengurus sertifikat kematian, terutama warga pedalaman. Namun, ia yakin kemungkinan orang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali itu sangat kecil. ”Selama 15 tahun saya di SPR, tak pernah jumpa satu orang pun yang terbukti mencoblos sampai dua kali,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com