Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Turut Awasi Spratly

Kompas.com - 10/06/2011, 02:54 WIB

SURABAYA, KOMPAS - Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Isu Asia Timur dan Pasifik Kurt M Campbell di Surabaya, Kamis (9/6), mengatakan, kehadiran pasukan AS di kawasan sengketa Laut China Selatan bukan untuk menambah ketegangan.

Kehadiran AS justru sebagai bagian dari penyelesaian melalui diplomasi dan damai. Pemerintah AS, menurut Campbell, memang menginginkan keterlibatan lebih jauh, termasuk memberikan pelatihan dan kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara dan Australia.

Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Djauhari Oratmangun dan Wakil Tetap Indonesia untuk ASEAN Ngurah Swajaya sama-sama yakin kehadiran Rusia dan AS, sebagai anggota Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS) tahun ini, akan banyak berkontribusi menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan.

”Karena semua pihak sama-sama menekankan agar ASEAN memainkan peran sentral dalam EAS,” ujar Djauhari, yang turut hadir dalam sejumlah pertemuan di Surabaya dengan para pejabat ASEAN dan negara-negara mitra ASEAN, termasuk China.

”Dari berbagai pernyataan, muncul kesan untuk tidak menjadikan EAS sebagai forum pertentangan, tetapi untuk membina kemitraan. Keberadaan dan peran sentral ASEAN diakui semua anggota EAS,” kata Ngurah.

Tuduhan Filipina

Dari Manila, Filipina, Kamis, diberitakan, Duta Besar China untuk Filipina Liu Jianchao menilai tuduhan Pemerintah Filipina bahwa China agresif di Laut China Selatan berlebihan.

Menurut Liu, China punya hak untuk melindungi wilayah kedaulatannya di Kepulauan Spratly. Dia menyayangkan keberatan Filipina atas kehadiran pesawat tempur China di sana.

”Sangat disayangkan tuduhan tentang (jet tempur) itu didasari sebuah rumor. Kami juga mencoba mengklarifikasi tidak ada penembakan di kawasan itu (oleh China). Dalam beberapa kejadian, kehadiran kapal kami di sana untuk penelitian ilmiah, yang memang sering disalahartikan sebagai aktivitas militer,” ujar Liu.

Pernyataan Liu itu mengacu kepada tuduhan Presiden Filipina Benigno Aquino bahwa telah terjadi sedikitnya tujuh kali insiden dalam empat bulan terakhir di Kepulauan Spratly. Dalam beberapa insiden, militer China diyakini terlibat, seperti ketika nelayan Filipina ditembaki kapal China.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com