Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prospek Damai Timteng

Kompas.com - 07/06/2011, 03:03 WIB

Realitas politik, sosial, dan keagamaan seperti ini membuat nyaris absennya masyarakat madani yang sangat penting bagi terwujudnya kohesi sosial dan terbangunnya civic culture dalam masyarakat. Padahal, semua ini merupakan infrastruktur sosial amat penting dalam membangun demokrasi. Tanpa masyarakat madani, sulit berharap terwujud demokrasi yang sehat. Karena itu, salah satu tantangan pokok dalam membangun demokrasi di Dunia Arab ialah menghidupkan masyarakat madani yang bukan tidak ada potensi dan preseden historisnya di kawasan ini.

”Quo vadis” perdamaian

Turbulensi politik di Dunia Arab membuat prospek perdamaian di Timteng terlihat suram. Keterlibatan NATO dalam upaya menumbangkan rezim Moammar Khadafy di Libya menjadikan keadaan kian rumit dan sekaligus menghilangkan leverage-nya dalam ikut menciptakan perdamaian di kawasan ini. Sementara itu, pemerintahan Presiden Obama terlihat mengambil jarak sambil menunggu perkembangan lebih lanjut di sejumlah negara Arab yang terus bergolak. Berbeda dengan presiden-presiden AS sebelumnya, Obama berusaha menghindari keterlibatan langsung dalam pergolakan di Dunia Arab. Paling banter yang dilakukan mengimbau agar rezim-rezim otoriter mengundurkan diri untuk menghentikan kian banyaknya korban.

Di tengah pergolakan itu, Obama berusaha menciptakan momentum bagi perdamaian antara Israel dan Palestina. Harapan banyak kalangan sempat muncul ketika Obama menyatakan, prasyarat perdamaian adalah agar Israel kembali ke batas wilayah sebelum perang 1967.

Ini berarti Israel dan Palestina melakukan land-swap, tukar-menukar lahan, dan Israel harus mengembalikan lahan-lahan luas milik Palestina yang secara tidak sah telah jadi permukiman warga Yahudi. Namun, Obama segera ”meralat” pernyataannya ketika mendapat penolakan keras PM Benyamin Netanyahu, masyarakat Yahudi, dan lobi Israel dari berbagai penjuru. Kenyataan bahwa Obama kembali ingin mencalonkan diri dalam pemilu presiden 2012 membuatnya tak bisa menekan Israel lebih jauh.

Israel jelas nervous dengan pergolakan di Dunia Arab. Tumbangnya penguasa-penguasa sekutu AS, seperti Ben Ali dan Hosni Mubarak, serta terancamnya kekuasaan Presiden Ali Abdullah Saleh di Yaman membuat Israel kehilangan figur-figur bersahabat. Sementara itu, belum jelas pula siapa yang bakal berkuasa di negara-negara itu, apakah bersahabat atau bermusuhan, atau bahkan membatalkan hubungan selama ini. Israel merasa lebih nyaman dengan rezim tidak bersahabat tetapi tidak mengganggu, semacam Presiden Suriah Bashar al-Assad, daripada figur baru yang boleh jadi lebih keras pada negara Yahudi itu.

Semua perkembangan ini memperlihatkan kian rumitnya penciptaan stabilitas dan perdamaian di Timteng secara keseluruhan. Akan tetapi, di luar kekuatan-kekuatan itu, negara-negara lebih netral semacam Indonesia yang juga memiliki leverage di Dunia Arab dapat membantu dalam percepatan transisi politik di kawasan ini. Untuk itu, Indonesia harus kembali mengakselerasikan politik luar negeri lebih proaktif. Indonesia dapat mengambil inisiatif dengan berbagai pihak di Dunia Arab untuk membantu meringankan kepedihan transisi dan percepatan pembangunan sistem politik demokratis di kawasan tersebut.

Azyumardi Azra Guru Besar Sejarah; Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com