Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Melawan Teroris Dunia Maya

Kompas.com - 18/05/2011, 02:36 WIB

AGNES ARISTIARINI

I think it's fair to say that personal computers have become the most empowering tool we've ever created. They're tools of communication, they're tools of creativity, and they can be shaped by their user. (Komputer personal adalah ciptaan manusia yang paling berdaya guna. Bisa menjadi alat komunikasi, sarana kreativitas, sekaligus dibentuk penggunanya). Bill Gates

Setelah Osama bin Laden tewas, kini giliran Amerika Serikat menangani para teroris dunia maya. Sepekan terakhir, Gedung Putih mengajukan rancangan undang-undang (RUU) perlindungan dunia maya untuk melindungi negara dari serangan peretas: baik yang sekadar usil, kriminal, maupun mata-mata. Inilah para teroris tanpa bom yang bisa mengunduh data, memicu keonaran, dan mencuri uang hingga jutaan dollar dari komputer, di mana pun mereka berada.

Dengan RUU itu, Department of Homeland Security mendapat mandat untuk membangun sendiri suatu sistem pengaman jaringan. Sistem yang bisa ditawarkan kepada perusahaan pembangkit listrik dan lembaga keuangan yang nantinya mendapatkan insentif untuk mengamankan pengelolaan sistem informasinya.

Pemerintah AS memang pantas risau karena, seperti dikutip BBC, jaringan milik pemerintah dan perusahaan swasta di negeri itu mendapat serangan jutaan kali setiap hari. Bandingkan dengan Indonesia yang masih ratusan situs per hari. Berbagai informasi diplomatik tingkat tinggi yang dibocorkan Wikileaks adalah salah satu contoh hasil serangan ini.

Riwayat peretas

Peretas tumbuh seiring dengan perkembangan komputer awal 1960-an. Panggung awal para peretas adalah komputer mainframe milik Massachusetts Institute of Technology (MIT).

Kata peretas sendiri sebenarnya netral karena mendeskripsikan suatu keahlian di bidang komputer. Namun, orang kemudian membedakan antara peretas baik yang disebut hacker dan peretas jahat yang disebut cracker. Hacker menggunakan kemampuannya untuk terus meningkatkan keamanan jaringan, sementara cracker menggunakannya untuk mengintip, mengusili, mengubah, atau menjahati suatu sistem.

Penangkapan pertama peretas terkait dengan kejahatan berlangsung pada 1983. Biro Investigasi Federal AS (FBI) menangkap enam remaja dari Milwaukee. Dikenal dengan sebutan ”414”—kode area—mereka membongkar 60 jaringan komputer dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center sampai Los Alamos National Laboratory.

Ada pula Kevin Mitnick yang pernah mendekam di penjara federal sampai hampir lima tahun karena dinyatakan bersalah menyerang sistem komputer sejumlah perusahaan teknologi dan menyalahgunakan akses telepon seluler.

Makin ke sini, para peretas jahat memang makin beraneka. Akhir Maret lalu Igor Blinnikov dihukum 18 bulan penjara oleh Pengadilan Moskwa karena mengganti iklan elektronik pada monitor raksasa di tengah kota Moskwa dengan tayangan video porno sehingga memacetkan lalu lintas.

Suatu serangan fenomenal terjadi pertengahan 2010 yang dikenal sebagai Stuxnet. Virus ini sempat menginfeksi pembangkit listrik tenaga nuklir Iran sampai Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyelenggarakan konferensi pers untuk menjelaskan apa yang terjadi. ”Virus Stuxnet telah menimbulkan masalah pada beberapa mesin pemisah,” kata Ahmadinejad.

Studi oleh perusahaan AS Symnatex menunjukkan, negara-negara yang terkena dampak utama serangan 6 Agustus itu adalah Iran dengan 62.867 komputer terinfeksi, Indonesia (13.336), India (6.552), Amerika Serikat (2.913), Australia (2.436), Inggris (1.038), Malaysia (1.013), dan Pakistan (993). Angka ini terus berubah seiring penyebarannya. Para ahli menyimpulkan, banyaknya negara yang terserang menunjukkan bahwa serangan ini dilakukan oleh suatu negara maju, bukan sekadar kelompok peretas.

Serangan lain dilakukan anggota kelompok Anonymous pada akhir 2010 terhadap jaringan penjual buku online Amazon, juga jaringan kartu kredit Mastercard, Visa, dan Paypal. Caranya dengan membanjiri server dengan paket-paket kiriman palsu sehingga lalu lintas data menjadi begitu sibuk hingga tak dapat dioperasikan lagi. Namun, tidak ada informasi berapa kerugian keuangan yang ditanggung oleh perusahaan-perusahaan ini.

Keterbatasan sistem

Serangan dunia maya memanfaatkan keterbatasan setiap sistem operasi, aplikasi, dan jaringan. Karena itu, upaya penyempurnaan dan pengamanan sistem informasi menjadi keharusan. Dalam hal ini, banyak perusahaan memanfaatkan para peretas, baik untuk menguji maupun meningkatkan level keamanan ini.

Beberapa situs di internet membahas cara mengeksploitasi kekurangan peranti lunak ini dan kemudian bersama-sama mencari jalan keluar. Namun, karena internet komunitas terbuka, informasi yang sama juga bisa dimanfaatkan oleh peretas jahat untuk kepentingannya. Karena itu, setiap situs memang perlu memiliki programer andal untuk mengamankan jaringan, sekaligus memerangi para teroris dunia maya.

Selain mengandalkan keamanan sistem, apa boleh buat, para pengguna jaringan informasi perlu mengamankan diri sendiri. Kartu debit, sebagai contoh, wajib diubah nomor identifikasinya (PIN) secara teratur. Apabila hendak bertransaksi keuangan lewat internet, sebaiknya juga menggunakan komputer pribadi, bukan komputer umum.

Seperti kata Bill Gates, pendiri perusahaan peranti lunak Microsoft, mau menang atau kalah kuncinya kita sendiri: komputer hanyalah sarana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com