Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi di Arab dan Standar Ganda AS

Kompas.com - 25/04/2011, 08:25 WIB

Dalam jajak pendapat yang sama, kandidat IM dalam pemilu presiden, Hossam Abu Al Futuh, mendapat 20 persen suara. Perolehan suara itu hanya bisa disamai Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Mousa. Kandidat lain, mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Mohamed El Baradei, hanya mendapat 12 persen. Artinya, popularitas IM cukup tinggi, baik dalam pemilu parlemen maupun presiden.

Dari Tunisia diberitakan, popularitas gerakan Islam Nahdah meningkat tajam. Jika gerakan itu berubah menjadi partai, mereka diprediksi bisa memenangi pemilu akhir Juli atau setidaknya mendapat suara signifikan.

Hasil sementara revolusi yang mengunggulkan kelompok Islam di Mesir dan Tunisia itu membuat AS, Eropa, dan Israel harus siap kehilangan hubungan erat dengan pemerintah kedua negara pasca-pemilu.

Meniru Turki

Tentu AS dan Barat menginginkan skenario Mesir, Tunisia, dan negara Arab lain meniru sikap Pemerintah Turki. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berbasis Islam pimpinan Recep Tayyip Erdogan tidak menyeret negara itu berkonfrontasi dengan Barat.

Terlepas siapa yang memerintah Mesir dan Tunisia pasca-pemilu, yang terpenting adalah lingkungan politik demokratis di dunia Arab. Dalam lingkungan politik demokratis, opini umum menjadi barometer pemerintah mengambil keputusan.

AS dan Barat pun harus mengubah pendekatan dan berkomunikasi dengan masyarakat sipil, media massa, serta parlemen yang menentukan opini umum di dunia Arab. Mereka tak bisa lagi seenaknya mengambil keputusan tidak populer yang merugikan kepentingan dunia Arab, baik politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

Ambil contoh kasus isu Palestina. Israel tak bisa lagi menyerang Jalur Gaza seperti pada akhir tahun 2008, menyerang Tepi Barat pada 2002, atau menyerang Lebanon seperti tahun 2006 dan 1982. Jika Israel berani menyerang Palestina atau Lebanon secara langsung, mereka harus menanggung risiko memburuknya hubungan dengan Mesir.

Opini umum di Mesir tak akan tinggal diam melihat serangan brutal Israel ke wilayah Arab lain. Penguasa di Mesir akan mengambil keputusan sesuai dengan tuntutan rakyatnya. Penguasa Mesir bisa saja membatalkan kesepakatan damai Camp David tahun 1979 dengan Israel jika rakyat Mesir menghendaki pembatalan itu.

Risiko semacam itu harus diperhitungkan Israel, AS, dan Barat. Lihatlah kasus serangan Israel pada misi Flotilla Gaza tahun 2010, yang membuat hubungan Turki-Israel merenggang. Pemerintah Turki yang terpilih secara demokratis tak bisa menihilkan tuntutan rakyat yang mengecam keras tindakan Israel tersebut.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com