Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Berperan dalam Revolusi di Timteng

Kompas.com - 29/03/2011, 04:32 WIB

Militer Mesir bahkan dikenal sebagai kekuatan militer terbesar dan dipersenjatai dengan baik jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Timur Tengah. Belum lagi bantuan negara sekutunya, Amerika Serikat, yang menyokong sedikitnya 1,3 miliar dollar AS untuk pengadaan senjata.

Meski begitu, seperti juga yang dialami masyarakat akar rumput Mesir, kalangan militer telanjur jengah dan mulai sangat terganggu dengan sepak terjang serta perilaku koruptif dari Mubarak beserta kroninya. Militer Mesir tergerak untuk turun tangan ketika kekuasaan pemerintahan di negeri itu sudah teramat represif dan kerap disalahgunakan.

”Saat polisi dan intelijen (Mesir) dipakai untuk melakukan represi, pada saat itu pula rakyat kemudian beralih harapan kepada militer. Militer lalu memilih untuk lebih mendengarkan suara hati dan keluhan rakyat mereka,” ujar Bachtiar, mantan Duta Besar Mesir yang juga pengajar di Universitas Indonesia.

Dari sana kemudian aksi unjuk rasa semakin bergulir dan memuncak. Ditandai oleh hengkangnya Mubarak dari ibu kota Mesir, Kairo, menuju kawasan wisata Sharm el-Sheikh. Setelah itu, pemerintahan dan mandat kekuasaan diserahkan sementara waktu sepanjang masa transisi kepada Dewan Militer.

Belakangan Dewan Militer memfasilitasi sebuah pemilihan umum referendum untuk mengamandemen konstitusi Mesir. Pemilu digelar Sabtu kemarin dengan sembilan poin usulan amandemen yang pada intinya membatasi kekuasaan dan masa jabatan presiden, yang sepanjang Mubarak berkuasa menjadi sangat kuat dan menentukan.

Amankan ”status quo”

Apa yang dilakukan militer di Mesir, termasuk juga di Tunisia, adalah sesuatu yang lazim dan wajar mereka lakukan. Menurut mereka, institusi militer akan selalu memosisikan diri untuk mempertahankan kondisi status quo.

Mereka (militer) akan selalu bersikap konservatif jika hal itu dikaitkan dengan eksistensi dan kelangsungan negaranya. Dengan begitu, sedikit terlalu berlebihan jika orang mengharapkan militer untuk menjadi tokoh pembaru termasuk dalam konteks menggelar revolusi.

Dalam konteks Mesir dan Tunisia, militer lebih bersikap wait and see sekaligus berupaya menjadi safety player. Meski begitu, tidak dapat dimungkiri, mereka akan tetap berposisi berupaya mengamankan betul kelangsungan negaranya.

Sementara itu, sikap yang jauh lebih pesimistis terhadap peran militer justru disuarakan Mayor Jenderal (Purn) Tubagus Hasanuddin, yang ikut menjadi pembicara dalam diskusi terbatas Kompas kali ini. Menurut Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI-P itu, institusi militer di Timur Tengah masih sangat konservatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com