Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Asimetri di Libya

Kompas.com - 24/03/2011, 04:14 WIB

Sayidiman Suryohadiprojo

Serangan militer koalisi Barat terhadap Libya yang dipimpin Moamar Khadafy menghangatkan kembali masalah perang asimetri.

Apa perang asimetri (asymmetric warfare) itu? Ini adalah satu pengertian relatif baru dalam ilmu perang. Artinya merujuk pada perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda.

Akibat adanya perbedaan besar dalam kekuatan militer itu, lalu digunakan strategi dan taktik yang juga berbeda. Pihak yang relatif lemah kekuatan militernya, apabila ada pimpinan yang cerdas, tidak melakukan perlawanan konvensional karena pasti amat sulit dan berat menghadapi keunggulan lawannya. Maka, ia melakukan perlawanan nonkonvensional (unconventional warfare) yang dapat mengompensasi kelemahannya. Perang kemerdekaan bangsa Indonesia terhadap Belanda dan Perang Vietnam adalah contoh jelas dari perang asimetri.

Pengertian ini dimunculkan oleh seorang warga Amerika Serikta, Andrew R Mack, lewat bukunya yang berjudul Why Big Nations Lose Small Wars (1975). Tentu buku itu ditulis berhubungan dengan kegagalan AS dalam Perang Vietnam.

Akan tetapi, kalangan pertahanan AS semula tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap buku itu. Baru pada tahun 1990 diadakan penelitian serius tentang masalah tersebut. Setelah tahun 2004 baru kalangan militer AS memberikan perhatian sungguh-sungguh terhadap berbagai persoalan yang timbul akibat perlawanan nonkonvensional itu. Mungkin sekali hal itu dirangsang oleh perlawanan yang mereka hadapi di Afganistan dan Irak.

Adu kecerdasan

Belum tentu dalam perang asimetri pihak yang relatif lemah beralih pada perlawanan nonkonvensional. Kalau pimpinannya kurang cerdas atau kurang dapat mengendalikan cara berpikirnya, sangat mungkin ia tetap melawan secara konvensional. Akibatnya, perlawanan mereka dengan mudah diruntuhkan oleh lawan.

Pada tahap awal Perang Kemerdekaan Indonesia, misalnya, sampai pada penyerangan Belanda 21 Juli 1947, kekuatan pertahanan kita masih melakukan perlawanan konvensional. Maka, tentara Belanda dengan keunggulan senjata dan peralatan, organisasi dan latihan, dapat dengan cepat menembus pertahanan kita di semua front sehingga seakan-akan seluruh wilayah RI sudah dikuasai Belanda, kecuali beberapa daerah di Jawa dan Sumatera.

Ketika itu pemerintah kita belum paham perlawanan nonkonvensional. Ketika ada penghentian tembak-menembak, kita pun menyetujui kehendak Belanda agar semua kekuatan militer di Jawa Barat ditarik ke Jawa Tengah yang masih dikuasai Pemerintah RI.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com