Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TAJUK RENCANA

Kompas.com - 18/03/2011, 03:00 WIB

Barangkali terlalu pagi mengatakan bahwa Suriah akan mengikuti jalan Mesir: terjadi penurunan kepemimpinan nasional oleh rakyat.

Akan tetapi, tidak bisa dimungkiri bahwa efek domino dari revolusi—ada yang lebih senang menyebut reformasi—Tunisia yang kemudian diikuti Mesir juga menembus negara-negara lain di kawasan Timur Tengah.

Boleh dikatakan, nyaris tidak ada satu pun negara di kawasan Timur Tengah dan Teluk yang kini tidak menghadapi tuntutan rakyatnya akan perlunya perubahan. Setiap negara menghadapinya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang memilih cara lunak, kooperatif, bahkan antisipatif. Namun, ada juga yang memilih jalan kekerasan untuk menghadapi rakyatnya sendiri yang menuntut perubahan.

Apa yang terjadi di Libya merupakan salah satu contoh bagaimana penguasa menjawab tuntutan rakyatnya dengan tindakan tegas dan keras, serta tidak tanggung-tanggung membasmi para penuntut perubahan yang dianggap sebagai pemberontak. Moammar Khadafy bukanlah Hosni Mubarak yang menyerah kalah dari tuntutan rakyatnya. Khadafy bersikap tegas, dan bertekad bertahan hidup atau mati mempertahankan kekuasaannya.

Jordania, misalnya, mengantisipasi tuntutan perubahan dari rakyatnya dengan melakukan serangkaian perubahan politik; mengganti sejumlah menteri; meskipun perubahan-perubahan itu masih dianggap kurang. Hal yang sama juga dilakukan oleh rakyat Suriah.

Gerakan menuntut perubahan di Suriah, memang, belum begitu kentara dan kuat serta terang-terangan. Tetapi, bukankah sebuah revolusi tidak terjadi begitu saja, tanpa sebuah persiapan yang matang. Revolusi terjadi lewat sebuah persiapan yang tidak cukup sehari-dua hari, seminggu-dua minggu, sebulan-dua bulan, tetapi bisa jadi setahun-dua tahun.

Jika muncul tuntutan perlunya reformasi politik di Suriah, itu merupakan sebuah kewajaran. Kekuasaan politik di negeri tersebut hanya di tangan elite politik. Oposisi ditekan. Memang dibandingkan zaman Hafez al-Assad, ayahnya yang dianggap otoriter, Suriah sekarang ini sudah ada perubahan di bawah kepemimpinan Bashar al-Assad.

Sejak berkuasa tahun 2000, Bashar membebaskan banyak tahanan politik, pengekangan terhadap media pun mulai dikendurkan. Debat-debat politik juga diperbolehkan. Namun, semua itu masih dalam batas minimum. Pemerintah dan partai yang berkuasa, Baath, tetap menguasai media dan sensor terhadap media asing.

Wajarlah kalau kemudian ada tuntutan reformasi politik. Tahun ini dijadwalkan ada pemilihan anggota parlemen dan dewan kota yang diharapkan akan menjadi momentum perubahan. Bashar sendiri akan habis masa jabatannya pada tahun 2014. Kita tunggu perubahan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com