Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sedih dan Gembira di Benghazi

Kompas.com - 11/03/2011, 07:58 WIB
Oleh: Musthafa Abd Rahman

JIKA Anda berada di kota Benghazi dalam suasana perang seperti saat ini, Anda akan ikut merasakan pula saat kota itu bersedih atau bergembira yang mewarnai keseharian kota terbesar kedua di Libya tersebut. Dan berita itu menjalar, tak hanya melalui televisi dan radio, tetapi juga dari mulut ke mulut.

Hampir setiap hari ada dua atau tiga mayat yang dibawa ke Benghazi dari front pertempuran untuk dilakukan shalat jenazah di kota itu. Setiap ada mayat datang dari front pertempuran, massa yang membeludak di Alun-alun Tahrir semakin emosi meneriakkan yel-yel anti-Moammar Khadafy. Mereka berteriak ”Khadafy Pembunuh”, ”Khadafy Pembantai”, dan ”Khadafy harus digantung”.

Setelah dilakukan shalat jenazah, mayat-mayat itu biasanya dibawa keliling seputar Alun-alun Tahrir sebagai ucapan perpisahan kepada massa. Shalat jenazah bisa dilakukan setelah shalat dzuhur atau ashar atau maghrib.

Berita pertempuran dari Desa Bin Jawad selalu menjadi keprihatinan penduduk Benghazi karena upaya kaum revolusioner mencoba maju ke arah desa ini sejak Minggu lalu selalu digagalkan pasukan Khadafy. Puluhan korban tewas dan luka-luka dari kaum revolusioner telah berguguran dalam pertempuran di Bin Jawad.

Namun, Rabu (9/3), penduduk kota Benghazi mulai pukul 17.00 waktu setempat berduyun-duyun menuju Alun-alun Tahrir. Mereka membawa bendera mereka yang baru dan merayakan kemenangan kaum revolusioner dalam merebut kembali Desa Bin Jawad dari tangan pasukan pro-Khadafy. Sebagian besar pengunjuk rasa pada Rabu sore itu justru kaum wanita dan anak kecil.

Mobil-mobil di kota Benghazi membunyikan klakson keliling kota dengan mengibarkan bendera baru Libya sambil menembakkan senjata ke udara. Beberapa kapal di pelabuhan Benghazi ikut membunyikan klakson.

Kota Benghazi selalu ikut tergetar, terpengaruh oleh setiap perkembangan di front pertempuran. Maklum, kota itu menjadi basis kaum revolusioner. Dari Benghazi pula suplai logistik, senjata, dan pasukan dikirim ke front pertempuran yang kini berpusat di wilayah antara Ras Lanuf dan Bin Jawad.

Kota Benghazi juga menjadi pusat kegiatan politik kaum revolusioner karena menjadi tempat kantor Dewan Nasional Transisi pimpinan Mustafa Abdel Jalil.

Kota Benghazi, khususnya di Alun-alun Tahrir, benar-benar menjelma menjadi kota anti-Khadafy. Selain menjadi pusat unjuk rasa setiap hari, Alun-alun Tahrir juga dipenuhi pamflet anti-Khadafy.

Tulisan-tulisan anti-Khadafy juga sering terlihat di tembok-tembok rumah penduduk dan gedung umum di seantero kota Benghazi.

Menjelmanya Benghazi menjadi basis gerakan anti-Khadafy saat ini sesungguhnya memiliki latar belakang sejarah panjang. Benghazi dan wilayah Libya timur, atau juga disebut dengan nama wilayah Cyrenaica, dikenal punya latar belakang persaingan dengan Tripolitania atau wilayah Libya barat. Penduduk Benghazi dan Tripoli berbeda dalam dialek bahasa dan budaya mereka.

Dulu, Benghazi berstatus ibu kota wilayah Cyrenaica (wilayah Libya timur). Pada era monarki, Benghazi memiliki status setara dengan Tripoli karena dinasti Sanusi memilih tinggal di kota Bayda, dekat kota Benghazi. Dinasti Sanusi lebih memperlakukan istimewa wilayah Cyrenaica daripada wilayah Tripolitania. Benghazi pun merasa lebih unggul atas Tripoli.

Gerakan perlawanan Libya juga selalu bermula dari Benghazi atau wilayah Cyrenaica.

Pahlawan Libya, Omar Mukhtar, melakukan perlawanan terhadap kolonial Italia dari Benghazi. Khadafy melancarkan kudeta atas Raja Idris dari kota Benghazi. Namun, ironisnya, revolusi terhadap rezim Khadafy justru mulanya meletus dari Benghazi.

Pada era kolonial pun Benghazi selalu mendapat perhatian khusus. Pada era Ottoman, Benghazi dijadikan pusat kekuasaannya.

Pada tahun 1911, Italia mencaplok Benghazi. Italia lalu membangun jalan trotoar di sepanjang pantai Benghazi yang indah itu. Italia juga membangun gedung-gedung untuk menjadikan Benghazi sebagai kota modern.

Pada era Perang Dunia II, kota Benghazi mendapat serangan bom berat dari pasukan sekutu sehingga banyak kehancuran. Pada 15 April 1986, kota Benghazi digempur pesawat tempur AS sebagai aksi balasan terhadap tuduhan Khadafy terlibat dalam pengeboman sebuah diskotek di Berlin barat, yang menewaskan beberapa tentara AS.

Kini, setelah meletus revolusi Libya sejak 15 Februari lalu, Benghazi kembali bersaing dengan Tripoli. Benghazi di timur dikuasai kaum revolusioner dan Tripoli di barat dikuasai rezim Khadafy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com