Takut keluar rumah
Khadafy meminta tentara untuk membersihkan lawan-lawannya dari ”rumah ke rumah”. Pidato Khadafy sekaligus sinyal dimulainya kekerasan baru atas kaum oposisi serta membuat Libya jatuh dalam kekacauan, penembakan, dan bertambahnya korban jiwa.
Bersamaan dengan operasi besar-besaran oleh tentara Khadafy, Rabu, ribuan pendukung rezim berkumpul di Alun-alun Hijau, Tripoli. Televisi negara merilis gambar kerumunan massa mengusung potret Khadafy dan melambaikan bendera serta bergoyang mengikuti irama musik.
Saksi mata mengatakan, tidak ada pengunjuk rasa antipemerintah yang berani keluar rumah setelah Khadafy berpidato. Tentara dan polisi berpatroli keliling kota dengan kendaraan lapis baja dan tank bersenjata lengkap. Jika ada kerumunan orang, aparat menembak membabi buta. Suara tembakan sesekali terdengar di berbagai tempat di Tripoli. Suasana kota mencekam.
Mereka memilih berdiam di rumah, sambil mengintip dari jendela, melihat patroli tentara.
Dikuasai oposisi
Pertempuran di Tripoli terjadi setelah massa oposisi dilaporkan merebut kendali atas ibu kota Distrik Misurata, kota terbesar ketiga setelah Tripoli dan Benghazi. Kota berpenduduk sekitar 1 juta orang itu dikenal sebagai pusat niaga dengan Pelabuhan Qasr Ahmed.
Massa oposisi, Rabu, juga menguasai Benghazi, kota terbesar kedua setelah Tripoli. Faraj al- Misrati, seorang dokter di Misurata, mengatakan, enam orang tewas dan 200 terluka saat demonstran menyerang kantor dan bangunan milik rezim Khadafy.
Beberapa video baru yang diposting oposisi Libya di Facebook menunjukkan, sejumlah pengunjuk rasa antipemerintah menaikkan bendera di depan gedung pemerintah di Zawiya, kota pinggiran di Tripoli. Video lain menunjukkan pengunjuk rasa berbaris memasang barikade dan membakar ban di Tripoli.
Evakuasi warga asing