Perjuangan John Garang Segera Membuahkan Hasil

Bagi warga Sudan selatan, referendum adalah buah perjuangan sejak tahun 1955 melawan pemerintah pusat. Rebecca Garang, janda pendiri Gerakan Pembebasan Warga Sudan (SPLM), John Garang, nyekar ke makam suaminya di Juba. ”Saya kehilangan kamu John Garang,” katanya.

Lewat SPLM, Garang memimpin perang melawan pemerintah pusat hingga tercapai kesepakatan Nifasha tahun 2005. Garang tewas dalam kecelakaan pesawat di Uganda, tak lama setelah kesepakatan itu.

Kematiannya sepertinya tidak sia-sia. Sejak hari Minggu (9/1), rakyat Sudan selatan sudah memulai plebisit untuk menentukan apakah mereka memilih pisah dari Sudah utara.

Mantan Sekjen PBB Kofi Annan yang berada di Juba sebagai peninjau mengatakan, tingginya tingkat partisipasi dalam referendum itu memaksa semua pihak harus menerima hasilnya nanti.

Banyak warga yang antre hingga tengah malam. Sebagian malah tidur di makam Garang. Di antaranya adalah Julia Kiden. ”Kami merasa bahwa setelah referendum kami akan terbebas dari penindasan Sudan utara,” kata perempuan berusia 37 tahun itu.

Mantan Presiden AS Jimmy Carter yang juga berada di kota Juba sebagai pemantau mengungkapkan, informasi yang diterima sampai saat ini, baik dari wilayah Sudan utara maupun selatan, menunjukkan referendum berjalan tenang dan terencana. Ia menyerukan semua pihak menghormati pilihan rakyat Sudan selatan.

Di kawasan Abyei yang masih dipersengketakan, terjadi bentrok bersenjata antara suku Missiri yang keturunan Arab dan suku Dinka yang keturunan Afrika pada hari Minggu lalu. Meskipun demikian, momentum kemerdekaan Sudan selatan sudah tak terhindarkan.

(MTH)