Jakarta, Kompas
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wiryantoro, Kamis (13/1). ”Sidang ini bersifat terbuka dan dilangsungkan dalam rangka mencapai kepastian hukum,” kata Wiryantoro. Ia menyatakan, di satu sisi para prajurit itu sedang melakukan tugas negara. Mereka berada di bawah tekanan juga karena ada fakta dan informasi, banyak orang bersenjata yang melakukan penyerangan. ”Akan tetapi, cara interogasi seperti itu tidak dibenarkan dan melanggar HAM,” kata Wiryantoro.
Menurut kantor berita Antara, tiga anggota Kodam Cendrawasih itu terdiri atas seorang bintara dan dua tamtama, yaitu Sersan Dua Irman Risqianto, Prajurit Satu (Pratu) Yakson Agu, dan Pratu Thamrin Mahanggiri.
Dalam sidang pertama, ketiganya disebut terbukti terlibat dalam penganiayaan kepada warga setempat saat bertugas dalam operasi pengamanan daerah rawan di Kampung Gurage, Kecamatan Tinggi Nambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua.
Mereka dikenai Pasal 103 KUHP Militer, yaitu perbuatan tidak menaati perintah atasan dengan ancaman 2 tahun 6 bulan penjara. Mayor Soemantri, selaku oditur, menyatakan, karena tidak ada saksi korban, ketiganya tidak kena pasal penganiayaan.
Sebelumnya, empat orang yang didakwa dengan pasal yang sama dikenai hukuman lima dan tujuh bulan penjara. Saat ini mereka dalam proses banding.
Direktur Human Rights Working Group Rafendi Djamin mengatakan, perhatian internasional pada berbagai kasus di Papua belum mendorong penyelesaian konkret berbasis HAM di Papua.