Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpolitik Luar Negeri Tanpa Postur

Kompas.com - 20/12/2010, 16:14 WIB

Menyangkut soal keamanan di Manila dalam KTT, Pangab/Pangkopkamtib Jenderal LB Moerdani, seusai menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, 6 Oktober 1987, mengatakan, "Kalau ada tamu agung ke sini dan kita menyatakan keamanannya terjamin, lalu ada orang yang menyangsikan, 'kan sakit hati kita."

Dengan keputusan itu, Presiden Soeharto menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak dapat diintimidasi oleh siapa pun. Bukan itu saja, Presiden Soeharto pun menyatakan dukungannya secara penuh kepada Presiden Corazon Aquino, yang dapat menggagalkan usaha kudeta berdarah yang dilakukan Kolonel Gregorio Honasan.

Gregorio Honasan akhirnya tertangkap pada tanggal 9 Desember 1987, dan KTT ASEAN di Manila tetap dilangsungkan 14-15 Desember 1987, walaupun dengan pengamanan yang sangat ketat.

Rumusan tentang Harga Diri Bangsa

Kelanjutan pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono kemudian menjadi aneh ketika pada tanggal 6 Oktober 2010 akhirnya pengadilan Belanda menolak tuntutan yang diajukan John Wattilete, yang menyebut diri sebagai Presiden RMS di pengasingan.

Pengadilan itu mengemukakan, Presiden Yudhoyono sebagai kepala negara mempunyai kekebalan diplomatik dan tidak dapat dituntut dengan hukum pidana Belanda, dan kekebalan itu tidak dapat diganggu gugat.

Walaupun tuntutannya ditolak dan diharuskan membayar uang persidangan, John Wattilete tetap gembira. "Siapa sangka kami (RMS) dapat menghalangi kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia ke Belanda," kata John Wattilete dalam wawancaranya dengan kantor berita Belanda, ANP, 7 Oktober 2010, dengan senyum yang lebar.

Pertanyaan yang menggantung adalah jika dari awal Presiden Yudhoyono mengetahui bahwa pengadilan di Belanda akan menolak tuntutan RMS dengan alasan kepala negara memiliki imunitas yang tidak dapat diganggu gugat, akankah ia membatalkan kunjungannya ke Belanda? Atau pertanyaan lain, bagaimana jika RMS terus-menerus menghalangi kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda dengan mengajukan tuntutan terhadap dirinya ke pengadilan?

Dalam kasus ini, yang sangat penting untuk dibahas adalah apa sesungguhnya rumusan tentang harga diri bangsa yang dipegang pemerintahan Presiden Yudhoyono?

Mana yang seharusnya dianggap Presiden Yudhoyono sebagai menyinggung harga diri bangsa? Apakah pada saat ia berkunjung atas undangan Ratu dan PM Belanda digelar pengadilan yang menuntut ditangkapnya Presiden RI, atau pada saat segelintir orang yang menamakan diri RMS yang bergembira karena berhasil membatalkan kunjungan kepala negara RI ke Belanda?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com