Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Bantah WikiLeaks

Kompas.com - 26/10/2010, 15:38 WIB
WASHINGTON, KOMPAS.com - Militer Amerika Serikat mengatakan pada Senin (25/10/2010) bahwa pihaknya tidak pernah membuat laporan yang mengurangi jumlah korban tewas warga sipil dalam di perang Irak atau pun mengabaikan penyiksaan atas tahanan yang dilakukan oleh tentara Irak, menolak tuduhan yang muncul dari bocoran dokumen AS.     Laman internet WikiLeaks pada Jumat menyiarkan hampir 400.000 dokumen rahasia AS mengenai perang Irak, kebocoran terbesar jenis itu dalam sejarah militer AS.     WikiLeaks mengatakan dokumen itu merinci kematian 15.000 warga sipil Irak  lebih banyak dibanding yang dilaporkan oleh militer AS.     Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal George Casey, yang menjadi komandan militer di Irak pada periode 2004-2007, mengatakan pasukan AS benar-benar masuk ke kamar mayat untuk menghitung jenazah korban. "Saya tidak ingat kalau ada pengurangan jumlah korban tewas warga sipil," kata Casey kepada wartawan.     Presiden Barack Obama, yang menentang invasi yang dipimpin AS pada 2003 yang dilancarkan pendahulunya, Presiden George W. Bush, mengakhiri misi AS di Irak pada Agustus, dan akan menetapkan penarikan  sedikitnya 48.000 serdadu AS dari Irak pada akhir tahun depan.     Juru bicara Pentagon, Kolonel Dave Lapan mengatakan militer AS tidak pernah mengklaim memiliki angka pasti soal warga sipil yang terbunuh di Irak.     Lapan mencatat bahwa perkiraan tersebut dibuat oleh organisasi-organisasi swasta menyangkut jumlah kematian warga sipil di Irak juga bervariasi. "Selama bertahun-tahun, tidaklah mungkin berbagai organisasi itu pernah mencoba untuk mencapai kesepakatan mengenai kepastian jumlah korban," kata Lapan.     Menurut Lapan, WikiLeaks dan Pentagon menggunakan data yang sama untuk mengumpulkan jumlah korban tewas, dan tidak mungkin kalau kelompok itu membuat penemuan baru apapun.     Bocoran laporan juga menyebutkan bahwa militer AS selama perang tersebut secara rutin menyebut jumlah korban tewas lebih rendah dari  dari data polisi Irak atau dari para pejabat rumah sakit.     Beberapa dokumen AS yang disiarkan pada Jumat menyebut tentara Irak menyiksa tahanan Irak, dan militer AS tidak melakukan penyelidikan atas kejadian tersebut.     Namun pada pejabat AS pada Senin mengatakan bahwa militer tidak secara sistematis mengabaikan kasus penyiksaan tahanan oleh pasukan Irak tersebut.

Tidak terjadi     "Pengurangan jumlah kematian itu tidak pernah terjadi," kata Casey kepada wartawan, dan menambahkan, "Kebijakan kami dan semua pasukan adalah ketika tentara AS menemukan tahanan yang disiksa, mereka harus menghentikan hal itu dan harus segera melaporkannya kepada atasan sesuai rantai komando AS dan rantai komando Irak."     Pejabat Irak telah berjanji untuk menyelidiki dugaan penyiksaan tahanan yang muncul dari dokumen yang bocor tersebut, yang dapat membuat malu pemerintah Irak pimpinan Perdana Menteri Nuri al-Malkiki di saat ia mencoba memenangkan dukungan untuk masa jabatan kedua.     Ribuan pejabat telah dimutasi dari Kementerian Dalam Negeri Irak setelah kejadian bocornya dokumen yang menyebut penyiksaan terhadap tahanan, kebanyakan dari kaum Sunni, ditahan di penjara rahasia sepanjang tahun 2006-2007, meningkatkan konflik sektarian antara mayoritas kaum Syiah dan minoritas Sunni di Irak.     Militer AS kehilangan hak untuk menahan warga Irak di bawah perjanjian kerja sama keamanan bilateral yang efektif berlaku pada 2009. AS mendapat kecaman internasional pada 2004 atas penganiayaan seorang tahanan Irak bernama Abu Ghraib di penjara di luar Baghdad.     Dokumen terkini yang disiarkan WikiLeaks tersebut menyusul lebih dari 70.000 dokumen rahasia AS yang disiarkan pada Juli mengenai perang Afghanistan.     Investigasi AS pada sumber kebocoran dokumen berujung pada Bradley Manning yang bekerja di Angkatan Darat AS bagian analisis intelijen di Irak.      Manning sudah ditangkap dan dituduh membocorkan video rahasia yang memperlihatkan serangan helikopter pada 2007 yang menewaskan puluhan orang di Irak, termasuk dua wartawan Reuters.    

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com