Buta-tuli
Punya mata tetapi tak melihat, punya telinga tetapi tak mendengar! Orang Jawa mengatakan, micek dan mbudhek, sengaja tak mau melihat dan sengaja tak mau mendengar! Itulah karakter MA dan pemerintah kita sekarang ini, terutama dalam kasus memberantas korupsi! Berbagai pihak telah menyerukan dukungannya untuk memberantas korupsi yang kian dahsyat di negeri ini.
Belum hilang dari ingatan kesadaran hati kita gerakan masyarakat sipil pada pengalaman ”cicak versus buaya” saat kasus Bibit-Chandra dianggap terkriminalkan! Masyarakat serentak mendukung ”cicak” KPK karena merasa bahwa ada permainan yang mengancam rasa keadilan! Dalam roh keprihatinan yang sama, kita tak ingin KPK diperlemah karena lembaga inilah yang secara sah menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi.
Dalam kasus ini, SBY mestinya yakin bahwa massa besar rakyat Indonesia akan mendukung dengan gegap gempita usaha pemberantasan korupsi yang digulirkannya dan tidak akan ada vested interests yang akan dapat menghentikan ofensif antikorupsi itu.
Secara kacamata, penolakan MA terhadap permohonan peninjauan ulang kasus Bibit- Chandra merupakan tindakan berlebihan dan sangat mengusik rasa keadilan masyarakat. Namun, apa lacur, komitmen memberantas korupsi di negeri ini ternyata tidak lebih sekadar wacana membangun citra dan mencari muka!
Korupsi sudah membudaya dan menyejarah, bukan semata-mata persoalan ekonomi dan politik. Karena itu, diperlukan koalisi masyarakat madani untuk melawan korupsi. Tepatlah yang disimpulkan Susan Rose-Ackerman dalam Corruption and Government, Causes, Consequences, and Reform (Cambridge, 2006: 307), tidaklah cukup bagi hukum pidana untuk mengejar yang busuk dan menghukumnya.
Sayangnya, lembaga negara— yang mestinya menegakkan kredibilitasnya dengan menghukum koruptor seberat-beratnya karena sudah menghancurkan kehidupan bangsa—justru bersikap lunak, lembek, bahkan seakan tidak memberi ruang gerak yang baik bagi lembaga ekstrayudisial (KPK) untuk mengemban tugasnya! Mau dibawa ke mana masa depan anak-anak bangsa ini?
Aloys Budi Purnomo Rohaniwan, Budayawan Interreligius, Tinggal di Semarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.