Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menagih Janji Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 25/10/2010, 08:22 WIB

Aloys Budi Purnomo*

KOMPAS.com — Penolakan Mahkamah Agung terhadap peninjauan kembali perkara yang membelit Bibit Samad Rianto-Chandra Hamzah sebagai unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi membuat mereka dan KPK kian tersandera!

Kita pun jadi ragu, bersungguh-sungguhkah negara ini membangun komitmen memberantas korupsi? Di tengah proses perjuangan menangani kasus-kasus korupsi di negeri ini, KPK sebagai kapal retak kian terhantam gelombang badai yang membuat lembaga ini tak berdaya!

Kasatmata, penanganan kasus ini telah mencederai rasa keadilan rakyat, bahkan menjadi indikasi inkonsistensi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam mewujudkan komitmen memberantas korupsi di balik dalih, eksekutif menghormati independensi lembaga yudikatif!

Bermain api

Di Indonesia, koruptor telah membuat bangsa ini berada dalam keterbelengguan yang membuat republik ini rapuh dan layu kehilangan roh kejujuran! Koruptor adalah musuh besar bangsa, tidak semestinya Pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara, termasuk MA, bermain api dalam upaya memberantas korupsi di negeri ini.

Korupsi bukan hanya penyakit bangsa biasa! Di Indonesia, korupsi adalah sebentuk penyakit kanker ganas yang menggerogoti bangsa ini menuju kehancuran! Jadi, sangat ironis, di tengah upaya menjadikan bangsa ini bersih dari koruptor, nyatanya para koruptor mendapat perlakuan istimewa di hadapan pemerintah dan negara!

Para koruptor yang telah menyelewengkan dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan dampak buruk bagi kesejahteraan bersama mendapatkan perlindungan, tetapi lembaga yang sah dan berjuang memberantas korupsi justru terkriminalkan seperti tampak dalam penyelesaian kasus Bibit-Chandra, dua komisioner KPK!

Hemat saya, ini harus dipandang sebagai sebentuk ketakseriusan elite kekuasaan negeri dalam memberantas korupsi hingga seakar-akarnya. Jika korupsi memang dianggap kejahatan luar biasa dan kejahatan melawan kemanusiaan, tak seharusnya mereka yang bertugas menegakkan keadilan secara yuridis-yudikatif dalam kasus-kasus korupsi di republik ini bersikap seenaknya, tak serius, dan bermain api dalam menuntaskan kasus korupsi!

Agaknya, MA serta Pemerintah yang lembek dan tebang pilih dalam menuntaskan kasus korupsi tak menyadari bahwa toleransi terhadap korupsi justru akan merusak dan menghancurkan upaya memberantas korupsi yang jelas-jelas membahayakan masa depan bangsa kita. Bermain api terhadap perkara korupsi akan menghanguskan bangsa ini dalam kehancuran masa depan!

Buta-tuli

Punya mata tetapi tak melihat, punya telinga tetapi tak mendengar! Orang Jawa mengatakan, micek dan mbudhek, sengaja tak mau melihat dan sengaja tak mau mendengar! Itulah karakter MA dan pemerintah kita sekarang ini, terutama dalam kasus memberantas korupsi! Berbagai pihak telah menyerukan dukungannya untuk memberantas korupsi yang kian dahsyat di negeri ini.

Belum hilang dari ingatan kesadaran hati kita gerakan masyarakat sipil pada pengalaman ”cicak versus buaya” saat kasus Bibit-Chandra dianggap terkriminalkan! Masyarakat serentak mendukung ”cicak” KPK karena merasa bahwa ada permainan yang mengancam rasa keadilan! Dalam roh keprihatinan yang sama, kita tak ingin KPK diperlemah karena lembaga inilah yang secara sah menjadi simbol perlawanan terhadap korupsi.

Dalam kasus ini, SBY mestinya yakin bahwa massa besar rakyat Indonesia akan mendukung dengan gegap gempita usaha pemberantasan korupsi yang digulirkannya dan tidak akan ada vested interests yang akan dapat menghentikan ofensif antikorupsi itu.

Secara kacamata, penolakan MA terhadap permohonan peninjauan ulang kasus Bibit- Chandra merupakan tindakan berlebihan dan sangat mengusik rasa keadilan masyarakat. Namun, apa lacur, komitmen memberantas korupsi di negeri ini ternyata tidak lebih sekadar wacana membangun citra dan mencari muka!

Korupsi sudah membudaya dan menyejarah, bukan semata-mata persoalan ekonomi dan politik. Karena itu, diperlukan koalisi masyarakat madani untuk melawan korupsi. Tepatlah yang disimpulkan Susan Rose-Ackerman dalam Corruption and Government, Causes, Consequences, and Reform (Cambridge, 2006: 307), tidaklah cukup bagi hukum pidana untuk mengejar yang busuk dan menghukumnya.

Sayangnya, lembaga negara— yang mestinya menegakkan kredibilitasnya dengan menghukum koruptor seberat-beratnya karena sudah menghancurkan kehidupan bangsa—justru bersikap lunak, lembek, bahkan seakan tidak memberi ruang gerak yang baik bagi lembaga ekstrayudisial (KPK) untuk mengemban tugasnya! Mau dibawa ke mana masa depan anak-anak bangsa ini?

Aloys Budi Purnomo Rohaniwan, Budayawan Interreligius, Tinggal di Semarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

    Terpopuler

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com