Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Krisis Pangan

Kompas.com - 01/09/2010, 04:08 WIB

Pemerintah—dalam hal ini Bulog—merasa cukup aman dengan cadangan nasional seadanya itu. Pembelian dari petani tidak dilakukan lebih agresif dengan alasan kualitas. Cadangan 1,4 juta ton dianggap cukup untuk lima bulan atau hampir setengah tahun ke depan. Pernyataan ini dan kebijakan pangan yang dijalankan cenderung menggampangkan, padahal negara-negara lain sudah memasang kuda-kuda untuk mengamankan pasokan dalam negeri dengan melarang ekspor, menambah cadangan dari impor, dan kebijakan lain yang bersifat preventif.

Faktor iklim

Masih dengan optimisme, pemerintah memperkirakan luas areal tanam padi di Indonesia pada akhir 2010 akan meningkat dibandingkan Juli 2010. Area tanam pada Juli 2010 seluas 12,25 juta hektar dan akhir 2010 diperkirakan meningkat menjadi 13,45 juta hektar. Tidak salah memprediksikan, tetapi kita tidak melihat upaya kebijakan yang diambil untuk meningkatkan luas area tanam tersebut. Optimisme juga kurang mempertimbangkan kondisi eksternal iklim yang kurang bersahabat dan kondisi sebagian besar pemerintah daerah yang kurang peduli pada masalah keamanan pangan.

Faktor iklim jelas perlu diperhatikan oleh pemerintah karena gejala La Nina yang telah melanda Indonesia. Iklim di Indonesia menjadi tidak jelas, bahkan sangat tidak menentu. Hampir setiap bulan banyak wilayah dilanda hujan sehingga air sangat melimpah. Kecukupan air tidak berarti otomatis meningkatkan produksi padi. Di wilayah beririgasi teknis maupun setengah teknis justru terjadi sebaliknya, yakni penurunan tingkat produktivitas.

Faktor iklim yang ekstrem menimbulkan bencana. Curah hujan yang tidak menentu di banyak negara menimbulkan bencana banjir, seperti China, Korea Selatan, dan Pakistan. Kondisi iklim yang tidak menentu saat ini dan curah hujan yang tinggi akan semakin memperbesar peluang terjadinya bencana.

Faktor iklim mutlak dimasukkan ke dalam kalkulasi kebijakan pangan. Pemerintah tak bisa bertaruh hanya dengan stok seadanya itu sehingga harus mulai mencari alternatif menambah stok beras untuk akhir tahun ini, khususnya dalam menghadapi Lebaran, Natal, dan Tahun Baru. Keamanan pangan dalam negeri tidak bisa dipertaruhkan begitu saja dengan kebijakan yang longgar dan cenderung mengarah pada pembiaran, yang merisaukan.

Masyarakat Indonesia tidak pernah bisa menurunkan level konsumsinya terhadap beras. Beras sudah mendarah daging dan bagian penting dalam budaya masyarakat. Komoditas ini tidak tergantikan sehingga tingkat konsumsinya masih tergolong sangat tinggi. Pasokan dan cadangan beras pada saat ini menjadi penting mengingat kondisi eksternal juga cukup genting.

Oleh karena itu, dalam merespons kebijakan negara lain dan karena secara alamiah pasar beras internasional tipis sekali, maka tambahan stok beras Bulog bisa dilakukan dengan cara mengimpor dari luar. Kebijakan impor juga diperlukan karena alasan dalam beberapa tahun ini harga beras meningkat tajam, naik lebih dari 100 persen sejak tahun 2005/2006.

Didik J Rachbini Ekonom dan Ketua Majelis Wali Amanat IPB Bogor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com