Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Mengutuk Perkosaan Massal di Kongo

Kompas.com - 27/08/2010, 06:06 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com — Indonesia mengutuk pemerkosaan massal di wilayah konflik di Republik Demokratik Kongo (DRC) dan berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak bersikap sebagai "pemadam kebakaran" melainkan sebagai "tukang kebun".

"Kami mengutuk keras kekerasan terhadap warga sipil. Di konflik apa pun, seharusnya perlindungan terhadap rakyat sipil harus dijunjung tinggi," kata Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Duta Besar Hasan Kleib.

Tim PBB urusan hak asasi manusia memastikan, para anggota milisi Mai-Mai dan Pasukan Demokratik Pembebasan Rwanda (FDLR) melakukan serangkaian serangan ke sejumlah desa di Propinsi Kivu Utara di DRC selama lebih dari empat hari pada awal Agustus.

FDLR merupakan kelompok bersenjata etnik Hutu yang terlibat dalam pembersihan etnis di Rwanda tahun 1994. Sedikitnya 154 warga sipil di 13 desa yang berada di jalur sepanjang 21 kilometer di Banamukira di propinsi tersebut mengalami pemerkosaan antara 30 Juli dan 2 Agustus lalu.      

Para penyerang juga menjarah rumah-rumah serta menghadang jalan dan melarang para warga berkomunikasi dengan dunia luar.

Personel Indonesia berjumlah 190 orang yang bergabung dengan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di DRC (MONUSCO) memiliki wilayah tugas di kawasan Dungu di Provinsi Oriental, yang letaknya relatif jauh dari provinsi itu.

"Pasukan kami memang jauh dari provinsi tempat terjadinya insiden. Tapi sebagai salah satu negara penyumbang pasukan ke DRC, kami sangat khawatir dengan terjadinya kekerasan terhadap warga sipil di sana (Kivu Utara—Red)," kata Hasan.

Munculnya laporan tentang pemerkosaan massal biadab itu, ujar Hasan, harus dijadikan momentum oleh Dewan Keamanan PBB, negara di kawasan serta masyarakat internasional untuk mempercepat proses politik.

Indonesia melihat munculnya kasus pemerkosaan massal menunjukkan tidak adanya keamanan dan pemerintahan yang stabil di Kongo.

Kekerasan oleh para pemberontak dikhawatirkan akan sering muncul jika upaya menuju proses politik dan penyelesaian damai tidak segera ditingkatkan.

"Ini momentum untuk Dewan Keamanan, negara kawasan, dan masyarakat internasional untuk mempercepat proses politik. Hanya dengan penyelesaian politiklah keamanan yang stabil bisa terjamin," kata Hasan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com