Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Hantu

Kompas.com - 23/07/2010, 04:04 WIB

Aku ternganga. Ini sih memang sepur jaman kemerdekaan seperti yang sering kubaca dibuku atau kulihat di film-film. Astaga ! Jadi ini kereta terakhirku? Oh no ! tidak. ih serem. Mana mungkin aku mau naik kereta jaman silam ini. Tak berlampu pula. Masinisnya mana? Penumpangnya? Astaga. jangan-jangan cuma aku sendiri. Aku melangkah mundur menjauhi keretaku. Kereta itu tampak anggun menunggu. Aku masih ternganga memperhatikan benda hitam didepanku ini. Naik tidak, naik tidak? batinku bertanya ragu. Akhirnya aku berlari kecil menuju pintu samping. Barangkali petugas kereta itu masih ada. Aku akan minta pendapatnya. Tapi pintu itu telah terkunci. Aku sedikit panik. Tak lagi bisa keluar dari stasiun ini. Sungguh aneh. Menurut beberapa petugas stasiun yang biasa aku temui, biasanya sepi atau ramainya penumpang terakhir, pintu gerbang samping stasiun tak pernah dikunci. Tetap dibiarkan terbuka. Karena memang tak ada kuncinya, alias sudah lama tak pernah dikunci. Entahlah..aku merasa sedikit merinding.

Kereta itu tampaknya akan segera meninggalkanku. Aku bingung. Kalau tak naik berarti aku akan disini sampai pagi. Kalau ada orang jahat bagaimana? Aku jadi gelisah. Akhirnya dengan berdoa aku naiki sepur aneh itu.  Sedikit kaget karena dipintu kereta ternyata ada petugas berdiri tersenyum. Astaga, nyaris jantungku copot. Aku tak membalas senyumnya. Hanya memberikan karcis kereta tanpa sadar meski dia tak menagihnya. Wong aku baru naik. Tapi aku sudah tak sabar lagi ingin cepat agar kereta ini berangkat. Digerbong yang kumasuki, ternyata ada beberapa orang tampak tertidur. Pakaian mereka tampak lusuh. Aku  menarik nafas lega.  Setidaknya aku tidak sendirian di gerbong aneh ini. Tak ada lampu, Hanya pelita kecil berkelip-kelip disudut gerbong. Aneh ! benar-benar seperti kembali keabad lalu.  Sempat terfikir aku setengah memasuki lorong waktu. Kutepis pikiran gila itu. Lelah membuat fikiranku mulai tak waras agaknya.

Kuletakkan ranselku didekat kaki. Lalu kusandarkan kepala dikaca jendela. Memandang keluar. Ke peron  yang sepi. Kereta mulai berjalan perlahan. Tiba-tiba aku melihat si kakek petugas stasiun nampak duduk di bangku ujung dekat pintu samping tempat dia menghilang tadi. Kami saling tatap. Kulihat dia melambaikan tangannya dan mengacungkan jempol sambil tersenyum. Aku hanya mampu terpana sambil terus memandangnya semakin menjauh. Aku merasa benar-benar aneh malam ini. Halusinasikah? Baru kusadari sepertinya aku memang belum pernah melihat petugas itu sebelumnya. Siapa dia? petugas barukah? entahlah, aku mulai didera lagi kantuk yang tadi sempat menyerangku berkali-kali. Rasanya aku mulai tertidur.

Aku terbangun karena  pundakku serasa didorong-dorong. Aku mengerjapkan mata dan terduduk. Kulihat petugas kereta tersenyum padaku. “Sebentar lagi sampai, mba. Siap-siap ya. Jangan ada yang ketinggalan” bisiknya perlahan. Kuucapkan terimakasih. Ah, rasanya baru saja aku tertidur sebentar, tahu-tahu sudah sampai. Diluar tampak lampu-lampu kota.

Keretapun memasuki stasiun kotaku. Suasana stasiun sama sepinya malam ini. Yah tentu saja, jam segini siapa pula yang akan naik kereta? batinku kesal. Seharusnya aku sudah sampai rumah jam tujuh tadi. Kubersiap turun. Sempat kulirik arah kursi yang selagi aku naik, masih ada penumpangnya. Tapi kursi itu kosong. Tak ada penumpangnya yang terdiri dari seorang ibu tua, seorang anak kecil dan seorang gadis  muda. Kemana mereka? Sudah lebih dulu turunkah? Ah, masa bodolah.

Di pintu kereta sempat kutanyakan pada petugas. Kemana penumpang-penumpang yang tadi satu gerbong bersamaku.

Petugas itu tersenyum. “Mereka tidak turun kemanapun , mba. Mereka adalah penumpang abadi kami. Seperti juga saya petugas abadi kereta ini sejak lama. Hanya dikereta ini kami bertugas dan berjaga. Dan menjemput penumpang yang kemalaman, tapi masih setia menunggu kehadiran kami untuk membawa kembali kekeluarganya”.

Mendengar penjelasannya, aku seperti merasakan ada sesuatu yang tak beres. Tapi logikaku lebih mendominasi.

“Apa mereka keluarga bapak, atau masinisnya?” tanyaku iseng. Dia cuma tertawa.

“Mereka dan saya adalah petugas khusus yang mengurusi kereta ini bagi penumpang yang sabar menunggu hingga larut. Penumpang seperti itu adalah bagian kami. ” ujarnya tersenyum. Mengulangi lagi penjelasannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com