Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WikiLeaks dan Revolusi Berita

Kompas.com - 08/04/2010, 03:23 WIB

Saat grup WikiLeaks merilis cuplikan video tentang serangan helikopter AS terhadap sekelompok warga sipil di Baghdad, Irak, tahun 2007, mencuatlah perdebatan tentang kelakuan tentara AS di Irak. Lebih dari itu, munculnya video itu merefleksikan revolusi yang sedang berlangsung dalam jurnalisme.

WikiLeaks merilis video yang bocor melalui sebuah sumber di Pentagon, Senin (5/4). Kurang dari 24 jam kemudian, cuplikan video itu telah dilihat oleh lebih dari 1,3 juta orang di situs YouTube saja.

Tujuh warga sipil tewas dalam sebuah serangan oleh tentara Amerika Serikat di Baghdad. Di antara mereka adalah seorang pengemudi bernama Saeed Chmagh dan seorang fotografer, Namir Noor-Eldeen, yang bekerja bagi kantor berita Reuters.

Reuters telah berupaya mendapatkan materi internal Pentagon mengenai serangan itu selama tiga tahun menggunakan Undang-Undang Kebebasan Informasi. Hasilnya nol.

Di situlah kemudian WikiLeaks masuk. Situs web nirlaba yang diluncurkan tahun 2006 itu merupakan ajang online bagi para peniup peluit (whistleblowers) yang berupaya memublikasikan dokumen milik pemerintah yang bocor di seluruh dunia.

Sebelum cuplikan serangan Baghdad muncul, WikiLeaks berfungsi sebagai tempat penyimpanan informasi. Dengan cakupannya sekarang ini—penayangan cuplikan yang bersumber dari dalam militer AS—WikiLeaks telah bermetamorfosis menjadi sumber berita investigatif dengan kebenarannya sendiri.

Cuplikan video sepanjang 18 menit itu bisa dilihat di URL khusus yang dibuat oleh WikiLeaks dengan nama collateralmurder.com.

”Materi (video) itu dienkripsi dengan sebuah kode dan kami memecahkan kodenya. Dalam hal efisiensi jurnalisme, saya kira kami menemukan banyak hal dengan sumber yang jumlahnya sedikit,” kata Julian Assange, pendiri WikiLeaks, seperti dikutip wired.com.

Cara lama

Namun, ini lebih dari sekadar pertanyaan tentang meretas kode enkripsi dari sebuah komputer. WikiLeaks juga melaporkan berita dengan cara lama, yaitu mengirim dua wartawan ke Baghdad untuk menyelidiki serangan tahun 2007 itu.

Kedua wartawan yang dikirim memverifikasi cerita tentang serangan itu dengan mewawancarai para saksi dan anggota keluarga korban yang tewas dan terluka. Cara ini membantu menutup gap dalam materi resmi insiden tersebut.

Seperti dijelaskan collateralmurder.com, ”Militer tidak mengungkap bagaimana para staf Reuters tewas dan menyatakan mereka tidak tahu-menahu bagaimana anak-anak bisa terluka”.

Sebagai respons atas munculnya cuplikan video itu, Pentagon mengedarkan dokumen yang terkait dengan insiden di Baghdad. MSNBC juga melaporkan bahwa tentara AS salah mengira kamera yang dibawa salah satu wartawan sebagai senjata.

Dengan munculnya cuplikan video oleh WikiLeaks, kian jelas bahwa transmisi informasi dari saluran resmi secara rutin kini telah menjadi jauh lebih cepat dan lebih luas menyebar dibandingkan periode kapan pun dalam sejarah. Siapa pun yang memiliki browser dan koneksi DSL kini bisa membuat berita secara lebih dramatis dan instan.

Kendati demikian, penayangan cuplikan video itu tidak lepas dari kritik. Bukan soal misi WikiLeaks untuk mendorong transparansi pemerintah, tetapi karena situs itu dipandang gagal menampilkan konteks yang lebih lengkap untuk membantu pemirsa video itu paham apa yang mereka lihat.

”Mendorong kebenaran dengan kesalahan yang besar sama memalukannya dengan keterlibatan yang tidak perlu di medan perang,” kata AJ Martinez, seorang mantan pilot helikopter dan fotografer.

Yang jelas, tampaknya WikiLeaks masih jauh dari menyelesaikan ”tugasnya”. Kini WikiLeaks secara terbuka tengah mengumpulkan donasi untuk membiayai penayangan video lain yang diduga melibatkan kematian warga sipil di tangan tentara AS. Kali ini di Afganistan. (fro)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com