Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ataturk, Mahatma Gandhi, dan Gus Dur

Kompas.com - 06/01/2010, 02:47 WIB

Ada dua mantra peninggalan Gandhi yang bisa menjadi pegangan para pemimpin di mana pun, yang menekankan perjuangan tanpa kekerasan. Kedua mantra itu adalah ahimsa dan satyagraha. Ahimsa adalah falsafah pantang kekerasan yang dia kembangkan, dan satyagraha adalah aksi perjuangan yang tidak memakai kekuasaan.

Dan, kita di Indonesia, baru saja kehilangan seorang tokoh yang tidak kalah besarnya dibanding kedua tokoh di atas. Dialah Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur, tokoh antikekerasan; pejuang demokrasi; bapak pluralisme; pembela orang-orang terpinggirkan yang tidak punya suara; pembela dan pelindung kaum minoritas, baik itu suku, etnis, maupun agama; tidak pernah lepas tangan, lepas tanggung jawab, dan berani menghadapi setiap persoalan, serta tidak suka mencari kambing hitam.

Kita semua sudah tahu, Gus Dur merupakan seorang tokoh yang sudah lama memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indonesia, dan bahkan di dunia internasional. Selama Orde Baru ia dengan tegar dan kritis selalu membela kepentingan bangsa secara keseluruhan di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Hal itu terlihat dengan jelas, di antaranya melalui pembelaannya yang tidak kenal kompromi terhadap kelompok-kelompok minoritas dan orang-orang yang tertindas meskipun untuk itu dia harus menerima hujatan dari kelompok mayoritas, atau bahkan dari kelompoknya sendiri.

Satu hal yang pantas dicatat, Gus Dur adalah tokoh yang tidak haus akan kekuasaan. Ketika kekuasaan jatuh ke tangannya, ia gunakan sebaik mungkin untuk kepentingan rakyat, masyarakat banyak. Dan, ketika kekuasaan harus dilepaskan, ia lepaskan tanpa berat hati, rela, legowo.

Kekuasaan bukan segala-galanya. Bagi Gus Dur, kekuasaan seperti dirumuskan Thomas Aquinas, adalah fungsional demi kesejahteraan masing-masing orang, bonum commune communitatis, kesejahteraan umum masyarakat.

Kini, orang merasakan, setelah Gus Dur tidak ada, seperti ada sesuatu yang ”bolong”, yang hilang, yang selama ini sudah menjadi bagian dari bangsa dan negeri ini. Tetapi, warisan Gus Dur, antara lain tentang pluralisme, tidak haus akan kekuasaan, menghormati manusia lain, kiranya tidak akan hilang.

Kemal Atatürk, Gandhi, dan Gus Dur meninggalkan warisan yang sangat bernilai kepada bangsanya masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com