Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klan Ampatuan seperti "Tuhan"

Kompas.com - 07/12/2009, 08:06 WIB

KOMPAS.com - Mereka yang tinggal di wilayah selatan Filipina, khususnya Provinsi Maguindanao, pastilah tahu keluarga Ampatuan. Keluarga besar itu praktis adalah penguasa de facto Maguindanao.

Kepala keluarga paling senior di keluarga ini, Andal Ampatuan Senior, adalah Gubernur Maguindanao selama sembilan tahun terakhir. Sebanyak 16 dari 22 kota di provinsi itu dipimpin oleh anggota keluarga besar Ampatuan. Sisanya diberikan kepada sekutu atau sanak saudara Ampatuan.

Andal Ampatuan Yunior, pemimpin pembantaian di lapangan yang kini ditahan aparat keamanan, adalah Wali Kota Datu Unsay. Saudara laki-lakinya, Zaldy Ampatuan, adalah Gubernur Wilayah Otonomi Khusus Muslim Mindanao.

Keluarga besar Ampatuan dikenal memerintah dengan tangan besi. Mereka memetik keuntungan untuk keluarga besar mereka dan para kroninya, sedangkan rakyat sengsara.

Kementerian Perencanaan Ekonomi Filipina mengatakan, 63 persen dari rakyat Maguindanao yang berjumlah 711.000 orang adalah rakyat miskin. Sebanyak 342.000 warga malahan hidup dengan penghasilan kurang dari 1 dollar AS (Rp 9.400) per hari. Padahal, Provinsi Maguindanao berada di lembah yang paling subur di Filipina.

Wilayah tersebut dikuasai keluarga besar itu tanpa ada yang berani menandingi. Komisioner Hak Asasi Manusia Nasional Filipina, Leila de Lima, mengungkapkan, reputasi keluarga Ampatuan sebagai penguasa perang sudah dikenal luas sebelum terjadinya pembantaian itu.

”Keluarga Ampatuan bertindak seperti ’Tuhan’ di Maguindanao,” kata De Lima sambil menyebutkan bahwa ada beberapa kasus pembunuhan lain yang sebelumnya diduga kuat dilakukan keluarga Ampatuan, tetapi tidak bisa diproses karena tidak ada orang yang berani memberikan kesaksian.

Tersebar

Profesor Randy David, sosiolog dari Universitas Filipina, seperti dikutip Davao Today, menjelaskan, pembantaian di Maguindanao mungkin akan terus diingat untuk waktu lama karena sudah keterlaluan, tetapi kekuatan-kekuatan yang membentuknya tidaklah terisolasi atau khas di Muslim Mindanao. Kekuatan-kekuatan seperti (Ampatuan) itu tersebar di banyak wilayah Filipina.

Alex Tizon dari Philippine Center for Investigative Journalism menegaskan, mereka yang akrab dengan kehidupan kontemporer Filipina pasti mengetahui bahwa kekerasan politik di Filipina sudah merupakan sebuah norma.

Pembunuhan di Maguindanao itu mencuat ke permukaan dan menjadi perhatian internasional karena jumlah korbannya yang besar dan banyak di antara mereka adalah jurnalis dan perempuan. Padahal, pembunuhan seperti itu tersebar di banyak tempat dalam beberapa minggu atau bulan terakhir.

Para penguasa wilayah seperti keluarga Ampatuan, dengan para juru jagalnya, biasanya melakukan aksi terhadap lawan-lawan politik mereka dengan modus operasi yang rapi dan korbannya hanya satu orang.

Dicontohkan, di Masbate, Provinsi Suriin, sebuah kepulauan di utara Mindanao, dilaporkan terjadi 30 pembunuhan terkait dengan politik dalam setahun lalu. Banyak dari kasus pembunuhan itu terkait dengan satu keluarga yang telah berkuasa selama bertahun-tahun. Semua tahu siapa nama mereka, tetapi tidak seorang pun akan menyebutkan nama itu dengan keras. Tidak ada yang berani.

Seperti di Maguindanao, hampir semua polisi dan tentara lokal menerima perintah dari keluarga berkuasa. Mereka yang berani menentang anggota keluarga berkuasa itu akan berakhir ditembak di sebuah jalanan sepi dan mayat mereka dikatakan sebagai korban tabrak lari.

Keluarga Ampatuan lebih disegani lagi karena mempunyai kedekatan dengan Arroyo. Keluarga Ampatuan memiliki banyak foto dengan Arroyo di berbagai tempat, termasuk Istana Malacanang. Berkat keluarga ini pula, Arroyo menang mutlak di Maguindanao.

Sebagai imbalan, pemerintah lepas tangan dari urusan pemerintahan di Maguindanao. Pejabat provinsi, misalnya, bisa memilih kepala polisi dan pejabat- pejabat tinggi kepolisian lain di wilayahnya. Para pejabat itu diyakini juga menggunakan uang pajak rakyat untuk mempersenjatai milisi yang mereka bentuk sendiri. (AFP/Reuters/OKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com