Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Studi: Banyak Warga Dieksekusi

Kompas.com - 17/04/2009, 03:52 WIB

Selama lima tahun perang Irak, sebagian besar warga sipil di Irak tewas ternyata bukan karena serangan atau ledakan bom. Namun, justru karena dibunuh dengan ”gaya eksekusi” oleh kelompok perlawanan, kelompok bersenjata, atau ”pasukan pembunuh”. Warga sipil sering kali dibunuh setelah diculik dan disandera.

Kelompok independen pemantau jumlah korban tewas di Irak, Iraq Body Count (IBC), bekerja sama dengan tim peneliti dari Kings College dan Royal Holloway of the University of London memaparkan hasil surveinya itu di Journal of Medicine, Kamis (16/4).

Hasil survei itu menyebutkan 60.481 warga sipil tewas terbunuh antara tanggal 20 Maret 2003 dan 19 Maret 2008. Sekitar 33 persen dari total jumlah kematian warga sipil selama lima tahun sejak tahun 2003 itu diketahui diculik dan dibunuh. Dari hasil survei sistematis, IBC menemukan sedikitnya 19.706 orang diculik dan dibunuh dalam periode waktu itu. Sementara sisanya, 5.760 orang (hampir sepertiganya) disiksa setelah melihat bekas-bekas luka, seperti luka lebam, bekas terbakar, dan lubang bekas dibor.

Selain dibunuh, penyebab kematian warga sipil lain yang ada di peringkat kedua adalah kematian akibat tembakan senjata api. Korban tewas akibat ditembak mencapai 11.877 orang. Sementara sekitar 8.708 orang tewas akibat ledakan atau serangan bom bunuh diri. Ledakan bom mobil menewaskan 5.360 orang dalam kurun waktu lima tahun.

Korban sipil menjadi semakin rentan dan jumlah korban meningkat ketika pembunuhan sektarian memuncak di tahun 2006. Gejolak kekerasan sektarian terjadi ketika geng-geng bersenjata gencar menculik, menyiksa, dan mengeksekusi puluhan orang setiap hari. Hampir setiap hari selalu saja ditemukan mayat yang penuh luka lebam, terbakar, dan lubang-lubang kecil seperti bekas dibor.

Untuk menekan gejolak kekerasan itu, selama dua tahun terakhir pasukan keamanan AS dan Irak sudah bekerja sama dengan kelompok-kelompok perlawanan dan suku-suku lokal. Namun, kelompok-kelompok bersenjata itu masih kerap menyerang secara sporadis ke berbagai wilayah di Irak.

Serangan bom dari udara juga disebutkan banyak memakan korban warga sipil. Setiap satu kali serangan bom dari udara itu diperkirakan 17 warga sipil tewas. Sementara satu kali serangan atau ledakan bom bunuh diri, 16 warga sipil tewas. Peledak bom bunuh diri itu sama saja dengan senjata atau ”bom cerdas” yang spesifik menyasar kekuatan musuh dan warga sipil. ”Ketika warga sipil dengan sengaja menjadi target serangan, di situlah kejahatan perang terjadi,” sebut laporan itu.

Keseluruhan jumlah korban warga sipil di Irak selama ini menjadi kontroversi karena banyak yang berbeda. Namun, hasil penghitungan IBC selama ini dianggap bisa dipercaya. Selain laporan media massa, IBC juga menggunakan data-data yang dikumpulkan oleh rumah sakit dan kamar-kamar mayat. Menurut catatan IBC, keseluruhan korban warga sipil mencapai 99.774 orang sejak Maret.

Jika melihat hasil survei ini, para peneliti menyimpulkan kejamnya gejolak kekerasan sektarian yang terjadi antara Syiah dan Sunni yang menjerumuskan Irak ke perang saudara. ”Saya kira pembunuhan dengan disiksa itu dilakukan untuk memaksa orang pergi dari rumahnya,” kata salah satu penulis laporan itu, Michael Spagat.

Pengamat militer senior di Human Rights Watch, Marc Garlasco, menuding kekerasan sektarian dan kelompok perlawanan sebagai penyebab utama kematian warga sipil. Selain itu, rencana pascaperang AS yang tidak jelas juga memperparah nasib warga sipil. ”Sudah sangat jelas ada pergeseran pada tahun 2004. Dari semula pasukan AS dan multinasional ke kelompok perlawanan yang menjadi penyebab utama kematian warga sipil,” ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com