Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Ideologi dalam Komik Tintin

Kompas.com - 04/01/2009, 02:11 WIB

Seno Gumira Ajidarma

Memasuki tahun 2009, artinya 80 tahun sejak terbitnya Tintin di Tanah Soviet, wacana mutakhir tentang komik Tintin muncul dalam edisi akhir tahun 2008 mingguan analisis The Economist. Konteks pemuatan artikel itu adalah masuknya nama Steven Spielberg dan Peter Jackson sebagai calon sutradara trilogi film Tintin, yang menggunakan teknologi digital untuk menciptakan karya hibrida antara animasi dan adegan hidup. Pada tahun 1983 disebutkan, Spielberg telah mendapat opsi untuk membuat film Tintin, tetapi beberapa hari sebelum bertemu Georges Remi, penggubah Tintin ini meninggal. Tersebutlah komentar Spielberg yang terasa sebagai ”ancaman” bagi para pemuja Tintin karena memandang Tintin sebagai ”Indiana Jones untuk kanak-kanak”.

Menurut janda Remi yang sudah menikah kembali, Remi telah berpesan agar peluang diberikan kepada Spielberg dan Remi berkata, ”Tintin yang ini tak diragukan akan jadi berbeda, tetapi akan menjadi Tintin yang bagus.” Keterbukaan Georges Remi, yang dari pembalikan inisial namanya (GR menjadi RG) lebih dikenal sebagai Herge, dianggap mengejutkan, mengingat sejumlah faktor sosial historis yang telah menjadikan Tintin ”sangat Eropa” dan tidak terlalu populer di wilayah budaya Anglo-Saxon.

Fanny, janda Remi yang telah menjadi Nyonya Rodwell, mengakui risiko penggarapan Tintin oleh Hollywood itu, seperti telah diumumkan Universal Pictures pada September 2008 karena karya Herge, ”Sangat Eropa. Lebih bernuansa daripada potongan komik (comic-strip) Amerika.” Menurut Fanny lagi, gaya Amerika dalam bercerita mengancam kepekaan Eropa. Naratif Amerika disebutnya sangat dinamik, tetapi lebih mengandung kekerasan dan kecepatannya jauh lebih agresif.

Lebih dari sekadar masalah artikulasi dalam gaya bercerita, perbedaan komik Tintin dengan komik Amerika sebenarnya jauh lebih ideologis jika kita cermati faktor-faktor sosial historisnya yang juga diungkap The Economist seperti berikut:

Pada 1949 muncul ”undang- undang komik” di Perancis yang dengan maksud melindungi kanak-kanak dan remaja telah membentuk komisi yang akan mengawasi penafsiran positif terhadap undang-undang tersebut, dengan ancaman hukuman setahun penjara bagi pelanggarnya. Regulasi ini mungkin bukan penyebab keistimewaan Tintin, tetapi jelas membentuk karakter ala pramuka yang kelewat matang, persis seperti karakter Tintin. Isinya bermaksud mendorong suatu ”moral” kepahlawanan yang menghindari kekerasan, melarang penampilan kemalasan dan berbohong sebagai hal yang menarik, harus bersikap adil, berani, dan jelas tanpa seks.

Undang-undang yang pada 1950 ditambahi larangan atas prasangka etnik ini dianggap mempunyai akar ideologis yang tersusun dari ketersekutuan aneh pendukung komunis, Katolik konservatif, dan para kartunis pengangguran, yang menentukan bahwa dalam bacaan kanak-kanak Perancis mestilah terdapat nilai-nilai ”nasional”. Menurut Pascal Ory, sejarawan dari Universitas Sorbonne penulis Mickey Go Home: The de-Americanisation of The Cartoon Strip, tujuan utama undang-undang yang masih bertahan sampai hari ini tersebut adalah untuk membendung komik Amerika.

Herge yang bermasalah

Komik Tintin merupakan fenomena Eropa pasca-Perang Dunia II, tetapi seri pertamanya, Tintin di Tanah Soviet, sudah terbit 1929 di Le Petit Vingtieme, halaman suplemen kanak-kanak mingguan Vingtieme Sicle di Belgia, yang secara politis mendukung monarki, misionaris Belgia di Kongo, maupun Mussolini, serta membenci kaum ateis Bolshevik dan kapitalisme Yahudi- Amerika. Lingkungan yang tidak memberi harapan inilah yang merupakan atmosfer kelahiran Tintin sehingga reputasi Herge yang menjulang penuh dengan ”cacat etis”.

Melalui Tintin: The Complete Companion (2001), Michael Farr mencatat bagaimana terdapat prasangka ideologis kepada kaum Bolshevik dalam Tintin di Tanah Soviet, prasangka rasis dalam Tintin di Kongo (1930), maupun sikap anti-Semitisme dalam Bintang Jatuh (pada 1942 di koran Le Soir yang merupakan alat propaganda Nazi). Dalam catatan Phillippe Goddin, penulis biografi Herge yang terbit 2007, disebutkan bahwa pada 1940 pun sebetulnya sudah muncul surat kaleng yang mengecamnya karena memikat kanak-kanak Belgia dengan propaganda Jerman. Beberapa bulan kemudian Herge bahkan berpolemik mengenai masalah yang sama dengan Philippe Gerard dan membela diri dengan argumen netralitas bahwa ia tidak pro-Nazi dan tidak juga pro-Inggris.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com