Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

The French Laundry

Kompas.com - 02/05/2008, 08:05 WIB

Ini bukan laporan pandangan mata tentang sebuah dobi atau tempat cuci pakaian, melainkan benar-benar tentang sebuah tempat makan.

Ceritanya bermula pada akhir Maret, ketika kami singgah ke “Mozaic”, sebuah restoran fine dining di Ubud, Bali, dengan masakan Prancis yang istimewa. Pemilik dan head chef restoran ini bernama Chris Salans – seorang yang berdwikewarnageraan, Prancis dan Amerika Serikat. Chris pernah bekerja sebagai head chef untuk “Bouchon Bistro” di Napa Valley, California, milik Thomas Keller yang punya reputasi sebagai satu-satunya chef Amerika Serikat yang memegang tiga bintang Michelin sekaligus untuk dua restoran miliknya – “The French Laundry” di Napa Valley, dan “Per Se” di New York.

Serta-merta saya minta bantuan Chris untuk mendapat reservasi di “The French Laundry”. Maklum, menurut situs web restoran itu, pesanan tempat setidak-tidaknya harus dilakukan dua bulan sebelumnya. Email Chris kepada Thomas ternyata cukup manjur. Sekalipun tidak langsung tok cer, tetapi akhirnya kami berempat memang mendapat reservasi di restoran terbaik Amerika Serikat itu. Masih terngiang pesan Chris kepada saya. “Act important. Jangan malu-maluin saya.”

Napa Valley adalah kawasan penghasil anggur dan wine terbaik di Amerika Serikat, sekitar satu jam perjalanan di Utara San Francisco. Para pekebun anggur dan pembuat wine dari Italia dan Prancis sejak dulu telah banyak menghuni kawasan subur ini dan menghidupkan tradisi membuat wine di Amerika Serikat.

Bangunan tua yang sekarang menjadi restoran “The French Laundry” ini sudah berdiri di kota kecil Yountville sejak awal abad ke-20. Semula dimiliki oleh orang dari Skotlandia dan dioperasikan sebagai saloon – tempat minum-minum. Bangunannya sederhana, terbuat dari batu kali dan kayu balok. Tetapi, karena kemudian ada undang-undang yang melarang adanya tempat minum-minum dalam radius satu mil dari rumah perawatan para cacat veteran, bangunan itu kemudian dijual kepada seorang Prancis yang kemudian mengoperasikannya sebagai dobi atau binatu.

Pada tahun 1978, bangunan itu dibeli oleh Walikota Yountville, direnovasi, dan dijadikan restoran. Karena penduduk sudah terlanjur mengenal bangunan itu sebagai binatu Prancis, maka restoran itupun diberi nama “The French Laundry”.

Thomas Keller sendiri sebetulnya tidak punya pendidikan formal sebagai seorang jurumasak. Ibunya mengelola sebuah restoran di Palm Beach. Di restoran itulah Thomas kecil memulai kecintaannya pada masak-memasak. Dari abangnya, Joseph Keller, yang kemudian menjadi chef, Thomas belajar memasak secara lebih serius. Thomas kemudian mengembara ke Prancis, magang sebagai jurumasak di sebuah restoran ternama, dan kembali ke New York sebagai chef di berbagai hotel berbintang. Ia juga sempat memiliki sebuah restoran di New York dengan nama “Rakel”.

Bosan di New York, Thomas pindah ke Pantai Barat, dan bekerja sebagai executive chef di sebuah hotel eksklusif di Los Angeles. Baru pada tahun 1994 ia berhasil mewujudkan impiannya untuk membuka sebuah restoran yang menyajikan fine French cuisine. Ia membeli “The French Laundry”, memertahankan namanya, tetapi mengubah interior maupun sajian restoran itu.

Sukses “The French Laundry” membuatnya membuka “Bouchon Bistro” dan “Bouchon Bakery” di Yountville juga, sebelum kemudian membuka “Per Se” di New York. Kini ia juga memiliki “Bouchon Bistro” di Las Vegas, dan “Bouchon Bakery” di New York.

“The French Laundry” hanya menyediakan chef tasting menu (porsi kecil-kecil) yang terdiri atas sembilan macam. Ada yang hanya sayuran (vegetarian), ada juga yang pakai daging dan seafood. Saya tidak tega menyebut harga makanan di sini. Bila berminat, silakan periksa www.frenchlaundry.com.

Semula saya ingin membuat dokumentasi video. Ternyata, resto ini secara tegas melarang pengambilan gambar di meja makan selama layanan makanan berlangsung. Untunglah, staf public relations resto ini memberi kesempatan kepada saya untuk datang siang hari melihat dapur dan bertemu dengan Thomas Keller. Sayangnya, pada hari itu mendadak Chef Keller harus pergi ke New York. Di dapur kami bertemu dengan sekitar 12 orang yang sibuk bekerja. Head chef-nya adalah Corey Lee, seorang ABC (American-born Chinese) yang masih muda dan sudah mendapat akolade sebagai the rising star chef of the year oleh lembaga bergengsi James Beard Foundation.

Malamnya kami datang lagi untuk makan. Makan malam dimulai pukul 17.30 dan berlangsung selama tiga jam. Tamu harus berpakaian rapi. Bagi pria, harus pakai jas. Ruangan restoran tanpa dekorasi. Juga tidak ada musik latar belakang. Chef Keller ingin para tamu fokus pada makanan. Bukan pada musik atau lukisan di dinding. Tetapi, halamannya ditata asri dengan semak-semak mawar dan tanaman hias lainnya.

Saya sengaja memilih menu sayuran, sementara istri, anak, dan mantu memesan menu carnivora. Tujuannya supaya saya dapat melihat bedanya. Beberapa menu andalan dalam chef tasting menu yang tiap hari diganti itu antara lain adalah oyster appetizer. Tiramnya jenis Beau Soleil, “dihias” dengan kaviar dari white sturgeon. Mak legender! Mulus banget. Hidangan utamanya dari iga sapi Swiss dengan saus gremolata. Entah kenapa, kelembutannya melebihi daging wagyu yang sekelas di atasnya.

Ternyata, saya tidak menyesal memilih menu sayuran. Luar biasa kreatif! Sebagian besar sayur yang disajikan – juga sebagian bumbu – ditanam secara organik di kebun sendiri di seberang restoran. Chef Keller juga berkelana keliling dunia melakukan outsourcing untuk bahan-bahan terbaik. Balsamic vinegar yang berusia seratus tahun, misalnya, dipasok khusus oleh agen di Prancis.

Yang paling mengesankan saya adalah hidangan nomor empat, yaitu heart of romaine lettuce yang di-panfried. (Ini mengingatkan saya pada menu di “Mozaic”, tetapi Chef Salans memakai Belgian endive!). Romain lettuce-nya patah tidak berserat, dengan tingkat kegurihan yang cakep banget. Di atasnya ada capers yang ditumis dengan karamel, dan irisan tipis batarga. Nah, ini dia yang rupanya "mengganggu" saya. Begitu indahnya citarasa batarga itu, sampai dua jam kemudian saya seperti masih merasakannya di lidah.

Kebetulan saya baru saja kesengsem dengan pastirma dari telur belanak merah di Izmir, Turki. Batarga ini secara umum rasanya seperti pastirma, tetapi jauh lebih mulus. Benar-benar luar biasa! Untuk sesaat saya hampir mengatakan bahwa kelembutan batarga ini melebihi foie gras.

Sementara itu, di seberang meja, Gwen berkali-kali nyeletuk: "Mati aku! Ini enak bangeeeeet." Begitulah, sembilan jenis hidangan kami lahap dalam 3,5 jam, tanpa ada satu pun yang kami anggap mengecewakan. Sayangnya, karena malam itu saya menjadi designated driver untuk mengemudi kembali ke San Francisco, saya hanya berani minum setengah gelas champagne dan segelas merlot.

Waktu kami beranjak pulang, tiba-tiba Gwen seperti panik. Matanya melotot, dia seperti mau berteriak, tetapi tercekat di tenggorokannya. Ternyata, perempuan yang baru saja berpapasan dengan saya sambil bilang "excuse me" adalah Katie Holmes. Gwen langsung memutar kepala. Dan benar saja, ada Tom Cruise di meja sudut.

Sementara Gwen terus-menerus merutuk "mati aku, mati aku", Gino yang baru keluar dari toilet bilang bahwa dia baru berpapasan dengan supermodel Heidi Klum dan suaminya, Seal, si pangeran dari Afrika yang menjadi penyanyi populer di Amerika Serikat.

Begitulah, ternyata kami berada di satu tempat pada saat yang sama dengan para bintang-bintang Hollywood. Saya duga Katie Holmes mengadu kepada Tom Cruise karena saya cuekin. He he he ...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com