Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghapus Tangisan Kaum "Des camidos"

Kompas.com - 28/10/2011, 07:45 WIB
Oleh: Simon Saragih

Jauh di Amerika Selatan atau ada di dekat Kutub Selatan bukan berarti Argentina jauh dari hal menarik atau hal menggugah. Kemenangan kedua Presiden Cristina Fernandez lewat pemilu presiden pada hari Minggu (23/10) mencuatkan banyak hal. Di tengah Arab Springs, julukan untuk gerakan rakyat di Arab yang membenci pemimpinnya, Fernandez tampil unik.

Perempuan kelahiran La Plata pada 19 Februari 1953 ini adalah sosok inspiratif. Berbeda dengan banyak pemimpin di dunia yang dihujat rakyat, Fernandez adalah presiden yang didukung agar terus memerintah.

Perempuan lulusan Fakultas Hukum Universitas Nasional La Plata ini lahir dari keluarga berada. Dia berdarah campuran. Ayahnya, Eduardo Fernandez, berdarah Spanyol, sedangkan ibunya, Ofelia Esther Wilhelm, berdarah Jerman.

Argentina adalah tumpah darahnya yang ingin dia bangkitkan. ”Dengan kepercayaan kepada Tuhan dan panggilan untuk membangun bangsa yang kuat, suara kita akan bisa didengar dalam forum internasional. Hal ini sekaligus akan bisa membuat kita mengecam eksistensi enklave kolonialisme di abad ke-21 ini,” katanya, sebagaimana tertulis di situs Aljazeera pada 3 April 2008.

Ucapannya dia wujudkan setelah berhasil duduk di tampuk kekuasaan negara yang juga terkenal karena lagu bernada tragedi dengan judul ”Don’t Cry for Me Argentina” itu. Fernandez mewujudkan impian lama Peronis, yakni mengangkat derajat kaum terpinggirkan.

Di masa muda, Fernandez bersama suaminya, Nestor Kirchner, adalah pemuda-pemudi yang bergabung dalam gerakan Pemuda Peronis (Juventud Peronista). Gerakan ini dibenci kaum borjuis, elite politik Argentina, dan oligarki yang sejak dekade 1920-an merasuki politik Argentina tanpa bisa mengangkat derajat negara di panggung dunia. Negara yang pada dekade 1920-an lebih makmur dari Perancis ini di bawah para diktator menjadi negara paria selama puluhan tahun.

Gerakan Peronis mengambil nama dari Juan Domingo Peron, seorang pejabat militer yang kelak menjadi presiden selama tiga periode walau selalu ada gangguan. Terakhir, Peron hanya bertahan selama sembilan bulan sebagai presiden, hingga kematiannya pada tahun 1974, untuk digantikan Maria Estela Martinez, yang juga istri ketiga Peron.

Istri kedua Juan Peron, bernama Eva Duarte atau Evita Peron, terkenal di kalangan bawah rakyat Argentina. Para pengikut Peron memuji upaya mereka menghapus kemiskinan, menghormati para pekerja. Gerakan ini masih hidup dengan perwakilan Partai Keadilan.

Fernandez dan suaminya sempat menghindari politik di era kebrutalan kepemimpinan para diktator militer Argentina. Namun, Kirchner dan Fernandez tak pernah melupakan politik. Ketika kembali ke kehidupan biasa untuk menghindari penindasan politik, pasangan ini menjalankan profesi sebagai pengacara. Namun, keduanya tetap memperkuat Kirchnerisme, sebuah kelompok politik yang peduli soal pembelaan hak asasi manusia (HAM).

Pada dekade 1980, mereka kembali ke politik dan berang dengan tindakan Raul Alfonsin (presiden pada tahun 1983-1989) dan Carlos Menem (presiden pada tahun 1989-1999), yang memberikan kekebalan kepada para penjahat HAM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com