KOMPAS.com - Lama-kelamaan, Malaysia makin memerlukan reformasi politik. Namun, pemerintah tampaknya masih bersikukuh dengan pola-pola lama. Makanya, kelompok oposisi dan para pegiat demokrasi berencana melakukan aksi unjuk rasa menuntut reformasi pemilu.
Kendati demikian, sebagaimana warta AP dan AFP pada Senin (27/6/2011), pemerintah masih menahan 30 pegiat Malaysia usai penangkapan akhir pekan lalu. Sejatinya, kelompok pegiat dan partai-partai oposisi merencanakan demonstrasi tanggal 9 Juli untuk menentang sistem saat ini yang mereka anggap telah disalahgunakan.
Polisi mengatakan unjuk rasa yang akan dilakukan di Kuala Lumpur tersebut melanggar hukum. Polisi pun memperingatkan masyarakat untuk tidak ikut serta.
Perdana Menteri Najib Razak dijadwalkan akan mengumumkan bahwa pemilihan umum akan digelar tahun ini. Razak meminta kelompok oposisi untuk bersaing di tempat pemungutan suara bukannya di jalan. Dia menyangkal terjadi pelanggaran pemilu. "Jangan menciptakan kekacauan hanya karena menginginkan kekuasaan. Jika terjadi kekacauan, (pihak penyelenggara-red) yang bertanggung jawab," katanya dalam wawancara dengan surat kabar Star hari Minggu.
Sebagian besar memang sudah dibebaskan. Namun, 31 orang masih ditahan di Penang utara, kata juru bicara PSM, Y. Kohila.
Sebetulnya, para pegiat menuntut perpanjangan masa kampanye, pendaftaran pemilih otomatis, dan persamaan akses terhadap media, yang pada umumnya dikontrol pemerintah.
Polisi menuduh pihak-pihak yang ditahan itu membawa selebaran dan kaus oblong yang mendukung unjuk rasa dengan kata-kata menghasut.
Pemerintah mengatakan mereka berusaha menyebarkan ideologi komunisme. Itu berarti menyatakan perang terhadap raja.