BEBERAPA minggu lalu, Korea Utara menjadi perhatian internasional setelah merilis lagu propaganda berjudul “Friendly Father” atau “Ayah yang Ramah”. Lirik lagu tersebut berisi pujian terhadap sang pemimpin, Kim Jong Un.
Lagu “Friendly Father” hanya satu dari deretan lagu-lagu propaganda lain yang telah diproduksi Korea Utara selama 50 tahun terakhir. Namun siapa sangka, lagu propaganda yang terbaru justru jadi favorit banyak orang, khususnya di platform TikTok.
“Ayo nyanyikan Kim Jong Un, pemimpin hebat. Mari kita banggakan Kim Jong Un, ayah kita yang ramah,” bunyi lagu tersebut.
Baca juga: Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok
“Itu lagu yang sangat bagus,” kata seorang pengguna TikTok.
“Taylor Swift tidak menyangka akan langsung tersingkir setelah merilis album barunya,” ujar salah satu penggemarnya secara daring.
“Lagu ini membutuhkan Grammy”, “Ini sangat distopia dalam cara yang paling menarik” — demikianlah segelintir komentar para pengguna TikTok terkait lagu propaganda tersebut.
Para pengguna TikTok juga mengaku tidak bisa berhenti mendengarkan lagu propaganda itu, baik saat perjalanan ke kantor, di gym, bahkan pada saat mengerjakan pekerjaan rumah.
Segelintir pengguna lain justru bernostalgia, mengatakan lagu tersebut mengingatkan mereka pada gaya pop Spanyol dan Prancis atau Eropa Timur.
Bahkan, beberapa pengguna ada yang berupaya mempopulerkan lagu-lagu propaganda Korea Utara lainnya.
“Korea Utara punya lagu berjudul ‘Potato Pride’ yang merupakan lagu tentang betapa serbaguna dan bermanfaatnya kentang, jika ada yang tertarik,” saran salah satu TikTokker.
Sebenarnya tidak mengherankan mengapa lagu propaganda itu bisa viral di media sosial. Lagu itu memiliki tempo cepat yang sangat menarik, tak jauh berbeda dengan lagu-lagu pop hits pada umumnya. Para gen z pengguna TikTok bahkan menyebut lagu ini “kode ABBA”, mengacu pada band terkenal asal Swedia.
Di kala masyarakat biasa menganggap lagu ini hanya sebatas hiburan, para ahli berfokus untuk meneliti lagu ini secara keseluruhan.
Untuk membuat lagu propaganda, pertimbangannya lebih dari sekedar kebutuhan komersial. Lagu harus dapat menembus ke pikiran para pendengarannya.
Menurut Alexandra Leonzini, sarjana Universitas Cambridge yang meneliti musik Korea Utara, tidak ada ruang untuk frasa abstrak atau tempo yang terlalu rumit dalam lagu propaganda. Melodi harus dibuat sesederhana mungkin, mudah dipahami, dan dapat diikuti semua orang.
Lagu propaganda juga harus memiliki nada dengan rentang vokal yang dapat dinyanyikan oleh kebanyakan orang. Demikian pula lagu-lagu propaganda jarang berisi lirik dengan emosi yang nyata karena “idenya adalah mereka ingin memotivasi, berjuang mencapai tujuan bersama demi kepentingan bangsa… mereka cenderung tidak memproduksi lagu seperti balada,” kata Leonzini.