KOMPAS.com - Surat penangkapan untuk Presiden Sudan Omar al-Bashir dari Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) masih berlaku. Makanya, masuk akal kalau al-Bashir mesti menyiasati penerbangan lawatannya.
Menurut warta AP dan AFP pada Selasa (28/6/2011), al-Bashir sejatinya mendarat di Beijing pada Senin. Tapi, rencana itu batal karena Sudan mesti menjadwal ulang pendaratan gara-gara surat ICC itu. Pada Minggu, al-Bashir bertolak dari Teheran. Waktu itu, al-Bashir memang hadir di Iran pada konferensi internasional antiterorisme.
Kemudian, pesawat itu terbang di atas Turkmenistan. Rute itu adalah jalur yang akhirnya dipilih menuju China. Di Beijing, al-Bashir dijadwalkan akan bertemu Presiden Hu Jintao, Rabu (29/6/2011).
Hak
Sementara, kelompok hak asasi manusia mengatakan China seharusnya tidak mengundang al-Bashir. Pasalnya, al-Bashir tengah menghadapi tudingan kejahatan perang selama konflik di Darfur.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hong Lei mengatakan pemerintahnya memiliki hak mengundang Bashir karena bukan penandatangan perjanjian ICC. "Cina memiliki keberatan terhadap gugatan Mahkamah Kejahatan Internasional kepada Presiden Omar al-Bashir," katanya.
"Presiden Bashir telah berkunjung ke negara-negara lain dalam sejumlah acara dan dia disambut hangat negara-negara tersebut," lanjut Hong Lei.
Amnesty International mengatakan jika China tidak menangkap Bashir, negara itu akan menjadi tempat persembunyian tersangka genosida.
China merupakan investor besar di industri minyak Sudan. China menyatakan prihatin surat penangkapan itu akan menggoyahkan situasi di Sudan.
Sejak ICC mengeluarkan surat penangkapan, al-Bashir telah berkunjung ke beberapa negara seperti Eritrea, Mesir, Libya dan Qatar yang semuanya tidak menandatangani perjanjian ICC. Dia juga berkunjung ke Kenya yang memutuskan tidak menangkapnya, meskipun negara Afrikta tersebut penandatangan perjanjian ICC. Perjanjian itu mewajibkan penandatangan ICC untuk menangkap siapapun yang dicari mahkamah tersebut.