Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Shenzhen, Tina Membangun Harapan

Kompas.com - 18/08/2010, 10:00 WIB

KOMPAS.com - Tina Rao. Masih muda, baru 24 tahun. Gadis periang yang selalu tersenyum ramah itu sudah tiga tahun tinggal di Shenzhen. Lulus dari sebuah Universitas di Provinsi Shanxi jurusan “Educational Language” ia meninggalkan kampung halamannya di Xian dan hijrah ke Shenzhen, Provinsi Guang Dong, 30 jam perjalanan darat.

"Bekerja mencari uang," begitu jawabnya saat ditanya apa yang mendorongnya pergi ke Shenzhen. Di kota ini ia tinggal sendiri di sebuah apartemen di pinggir kota.

Tina sesungguhnya tidak "sendiri". Jutaan "Tina" lain datang ke Shenzhen dalam tiga dekade terakhir dengan alasan yang sama: mencari uang.

"Kami tinggal sendiri di flat. Orang tua kami di kampung halaman. Shenzhen adalah kota kaum muda, tempat kami bekerja, bukan kota orang tua," tutur Tina saat ditanya kenapa ia tidak tinggal bersama orang tuanya di sini.

Laiknya kota metropolitan, Shenzhen dibanjiri kaum urban yang berniat mengadu nasib. Seperti Jakarta, banyak orang muda datang dari desa. Jadilah Shenzhen kota yang energik. Data statistik kota itu menunjukkan dari 100.000 penduduk, 8.060 orang diantaranya berlatar belakang pendidikan sarjana. Mereka ini orang-orang muda yang usianya rata-rata 35 tahun.

Sebanyak 95 persen penduduk Shenzhen adalah kaum migran dengan beragam latar budaya. Kota ini tumbuh dengan peradaban kota urban modern. Mereka berbicara dalam bahasa mandarin dan meninggalkan bahasa daerah mereka karena bahasa itulah yang menyatukan orang-orang yang datang dari segala penjuru China.

Magnet baru Shenzhen adalah magnet baru bagi generasi muda China sejak kawasan di pesisir laut china selatan ini berubah dari sebuah desa nelayan miskin terbelakang di tahun 1970 menjadi kota metropolitan saat ini. Dulu banyak warga China daratan datang mengendap-ngendap ke Shenzhen untuk melompat secara ilegal ke Hongkong. Sekarang mereka datang dan menetap di kota itu dengan sejuta mimpi kehidupan mereka. Perkembangan Shenzhen begitu memukau dunia. Ribuan buku ditulis mengupas anatomi petumbuhan kota yang begitu cepat.

Adalah Deng Xiao Ping yang pada akhir tahun 1970 menetapkan Shenzhen sebagai wilayah ekonomi khusus. Artinya, Shenzhen dijadikan sebuah laboratorium ekonomi bagi tumbuhnya kapitalisme di China. Kala itu Deng dicemooh banyak orang. Bagaimana mungkin dua sistem ekonomi yang sepanjang abad 20 saling bertikai dan memecah dunia menjadi dua kubu yaitu komunisme dan kapitalisme dikawinkan.

Terbukti Deng tidak gila. Gagasannya bukan sebuah utopia. Karpet merah yang digelar bagi para investor di Shenzhen mampu mengubah sebuah desa miskin menjadi kota modern. Pemerintah China membuka diri seluas-luasnya dan memberikan iklim investasi yang mendukung bagi siapa saja yang ingin menanamkan duitnya di Shenzhen.

Deng terkenal dengan ungkapannya berikut, "Mana yang lebih baik, kucing putih atau hitam? Tidak soal kucing putih atau hitam yang penting si kucing bisa menangkap tikus." Dengan mengatakan itu, Deng tidak pilih-pilih dalam memberi izin bagi investor.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com