Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Bilang, Lelaki Tua Itu Bisa Kasih Makan...

Kompas.com - 02/06/2013, 08:43 WIB
Maria Hartiningsih

Penulis

Mereka meninggalkan sekolah, hamil pada usia sangat muda, dan makin terasing dari komunitas. ”Kalau dia terus hamil, ibaratnya, satu digendong di belakang, satu di samping, satu di perut, kesehatannya akan memburuk, juga kesehatan bayi-bayinya,” ujar Melinda Gates, pendiri Gates Foundation, lembaga dana yang mendukung prakarsa-prakarsa pendidikan, kesehatan, dan kependudukan.

Anak-anak itu tumbuh kurang gizi dan menjadi kerdil karena pertumbuhannya terhambat. Mereka juga tak mampu menyerap pelajaran di sekolah. ”Sayangnya, siklus ini terus berulang,” ucap Melinda.

Perkawinan seperti itu, menurut Sundaram, membuat kehamilan gadis-gadis kecil itu rentan komplikasi saat melahirkan dan membawa kematian pada ibu berusia 15-19 tahun di negara berkembang.

Suatu studi oleh Profesor Anita Taj dari Universitas California di San Diego dan Ulrike Boehmer, PhD dari Departemen Kesehatan Masyarakat Universitas Boston menunjukkan, berkurangnya 10 persen perkawinan anak berarti berkurangnya 70 persen angka kematian ibu melahirkan di suatu negara.

Angka kematian ibu adalah indikator peradaban. Saat ini masih 800 perempuan di dunia meninggal setiap hari karena melahirkan atau satu kematian dalam setiap 10 menit.

Upaya menghentikan praktik yang merendahkan kemanusiaan itu terus dilakukan. Di Bihar, India, Gerakan Jagriti menolak perkawinan usia muda, diprakarsai Premnath (18). Dia menolak dipaksa menikah oleh ayahnya yang ingin menantunya melakukan kerja domestik yang ditinggalkan mendiang istrinya.

Direktur Eksekutif Girls Empowerment Network Malawi, Faith Phiri, memaparkan bahwa upaya menghapus perkawinan anak dalam proses perubahan sosial yang melibatkan anak perempuan sebagai watch dog.

”Lebih dari 50 persen anak perempuan di Malawi menikah di bawah usia 18 tahun, bahkan banyak yang menikah di bawah 15 tahun,” ujarnya. ”Sayangnya dalam UU kami, batas usia minimum perkawinan adalah 15 tahun bagi anak perempuan.”

Membuat remaja berani

Proses itu membuat remaja berani menantang status quo dan bersuara. ”Melalui proses yang berat, sekarang 22 komunitas membuat peraturan yang mengkriminalkan perkawinan anak,” ucap Phiri.

Proses itu mulai berdampak. Menurut Phiri, ada kepala desa diturunkan karena gagal menerapkan peraturan itu. Angka putus sekolah turun dan komunitas lain mulai mereplikasi model itu. Namun, perjuangan masih sangat panjang karena ”Peraturan di satu komunitas tak berlaku di komunitas lain dan UU kami masih seperti itu.”

Remmy Shawa dari Sonke Gender and Justice Network, Afsel, mengatakan, isu kesehatan dan hak-hak reproduksi perempuan bukan isu eksklusif perempuan. Dalam organisasinya, ia bekerja bersama laki-laki.

”Kami meredefinisi maskulinitas. Kami menantang norma kultural dan tradisional yang tak mau menginterogasi kuasa laki- laki dan kekerasan berbasis jender yang melanggengkan pandangan yang seksis,” ujar Shawa, satu dari tiga penerima Women Deliver Rising Star.

Pandangan bahwa patriarkhi menguntungkan laki-laki adalah keliru. ”Jauh di dalamnya, nilai- nilai patriarkhi sangat merugikan laki-laki karena persis itulah yang menghancurkan kemanusiaan mereka.”

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com