Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Perbatasan Melalui Arsitektur

Kompas.com - 06/05/2013, 10:47 WIB

KOMPAS.com - Membangun wilayah perbatasan atau seringkali disebut daerah tak bertuan, tak hanya bisa dilakukan melalui cara politis atau militeris. Arsitektur dapat menjawab "kekakuan" kedua jalur tersebut tanpa konflik.

Adalah Association of Siamese Architects (ASA) yang memberikan perhatian khusus terhadap lokasi perbatasan sepuluh negara-negara ASEAN. Mereka mengadakan sebuah kompetisi arsitektur bagaimana merancang wilayah perbatasan yang komprehensif. Kompetisi bertajuk "Borderless Competition: Designing Future ASEAN Borders" (Kompetisi Tanpa Batas: Mendesain Perbatasan ASEAN di Masa Depan) itu mencari proposal terbaik. Masing-masing proposal menekankan pada lokasi perbatasan setempat, memiliki unsur kebudayaan spesifik, dan pengikutsertaan isu sosial-ekologi dalam desain.

Terpilih sebagai pemenang Hélène Grialou dan Sebastien Gafari dengan karya berjudul "Floating Border Project". Mereka mengambil kasus perbatasan antara Kamboja dan Thailand. Tepatnya, candi Preah Vihear yang merupakan salah satu situs yang dilindungi oleh UNESCO World Heritage. Situs tersebut terbilang unik lantaran berada di perbatasan dua negara dan masing-masing negara menginginkan candi tersebut.

Karya pemenang ini merupakan proyek instalasi pembuatan perbatasan bergerak. Masing-masing batas negara tampak dari bayangan perbatasan mengapung. Selama satu hari penuh, bayangan akan berubah sesuai dengan pergerakan cahaya matahari. Instalasi ini terbuat dari struktur mengapung, tepatnya dari balon-balon di atas candi. Balon tersebut akan menghitung prakiraan cuaca, angin, dan tingkat terang cahaya. Dalam cuaca buruk, perbatasan yang terbuat dari bayangan akan hilang. Untuk itu, struktur mengambang akan menyalakan lampu dan berperan sebagai perbatasan pengganti.

Menurut anggota dewan juri Vo Trong Nghia dan Masaaki Iwamoto, desain ini merupakan sebuah proposal yang puitis. Para kreator berhasil menciptakan perbatasan ambigu dan fenomenal berkat bantuan rotasi bumi dan cahaya matahari. Selain itu, pesan "tanpa batas" yang terkandung di dalam proposal tidak terkesan dibuat-buat dan "terlalu berat" membawa sebuah ideologi tertentu.

Selain instalasi mengapung, masih ada posisi kedua dan ketiga dalam kategori yang sama. Posisi kedua dimenangkan oleh Laura van Santen dengan "Nomads in No Man's Land", serta posisi ketiga dimenangkan oleh Ludovico Centis dan Yoichi Iwamoto dengan "The Temple and the Portico".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com