Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Peringatan Dini soal Flu Burung

Kompas.com - 18/04/2013, 13:36 WIB
Nasrullah Nara

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Merebaknya kasus flu burung varian terbaru H7N9 yang sudah merenggut puluhan jiwa  di China, sepatutnya disikapi pemerintah RI dan seluruh pemangku kepentingan dengan menyosialisasikan peringatan dini. Dalam situasi cuaca pancaroba, langkah tersebut amat mendesak,  terutama terhadap arus barang dan manusia dari China.  

"Sebagai negara yang pernah dilanda wabah flu burung, Indonesia harusnya trauma dan menjadi paling tanggap," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Zuber Safawi, Kamis (18/4).

Peringatan dini flu burung adalah langkah mitigasi bencana yang melibatkan banyak pihak, baik dari unsur Kementerian Pertanian, Imigrasi,  bandara, dan pelabuhan, serta Kementerian Kesehatan.   Di samping menguatkan  koordinasi dan sosialisasi di antara pihak-pihak terkait,  juga perlu segera dilakukan pengetatan arus barang dan orang, terutama yang berasal dari China, negara yang kini dilanda kasus H7N9.  

Zuber yang merupakan politisi PKS menjelaskan, standar mitigasi lazim seperti di negara-negara lain adalah dengan sterilisasi barang dan orang dari negara terjangkit, misalnya dengan desinfektan.  Pengetatan tersebut diupayakan terdapat di seluruh pintu masuk ke dalam negeri, baik bandara, maupun pelabuhan.

Menurut temuan peneliti dari tanah air, varian flu burung H5N1 yang pernah mewabah di Indonesia mampu menular dari unggas ke manusia dan sebaliknya, bahkan ke hewan lain.   Penemuan tersebut membuat langkah pencegahan, seharusnya tidak hanya dengan menyetop arus impor unggas dari China saja, melainkan juga untuk produk turunan dan hewan lainnya, misalnya bulu unggas, babi, kucing, dan hewan-hewan eksotik yang biasa diimpor penyuka  hewan peliharaan.

Khusus untuk manusia, pemerintah harus segera menyediakan posko-posko kesehatan siaga di bandara dan pelabuhan untuk mengantisipasi adanya penumpang yang terduga (suspect) flu, terutama  yang datang dari China.   Karena itu, sistem darurat penanganan flu burung di RS-RS rujukan, segera dihidupkan kembali.

Hingga saat ini diketahui, baik virus H5N1 maupun H7N9 tidak menular antar-manusia.  Namun, tingkat fatalitasnya (kematian penderita yang terjangkit) sangat tinggi.  Khusus di Indonesia, jumlah kumulatif kasus flu burung pada manusia sejak tahun merebaknya pada 2005 hingga bulan Juli 2012 mencapai  190 kasus dengan 158 kematian. "Angka itu yang  mendasari WHO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban H5N1 tertinggi di dunia," papar Zuber.

Sebagai anggota DPR yang  membidangi kesehatan, Zuber mencermati terus perkembangan flu burung di China. Di China, saat ini, kasus infeksi H7N9 pada manusia meningkat sangat pesat.  Kasus pertama yang diduga adalah pada 19 Februari 2013, ketika seorang pria 87 tahun menderita demam, batuk, dan gangguan pernapasan, berkembang menjadi radang paru parah. Karena parah,  pria tersebut akhirnya meninggal pada 27 Februari 2013. 

Lalu WHO mengkonfirmasi pada Senin,  15 April 2013 jumlah kasus akibat H7N9 di China sudah mencapai 60 kasus dengan jumlah korban meninggal 13 orang.   Sehari setelahnya atau Selasa kemarin, 16 April 2013  jumlahnya menjadi 77 orang dengan korban meninggal mencapai 16 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eko Patrio Mengaku Kaget Disiapkan PAN jadi Menteri

Eko Patrio Mengaku Kaget Disiapkan PAN jadi Menteri

Nasional
Bela Nurul Ghufron, Alex Marwata Yakin Tak Ada Pelanggaran Etik

Bela Nurul Ghufron, Alex Marwata Yakin Tak Ada Pelanggaran Etik

Nasional
Interupsi PKS di Rapat Paripurna: Makan Siang-Susu Gratis Harus Untungkan Petani, Bukan Penguasa

Interupsi PKS di Rapat Paripurna: Makan Siang-Susu Gratis Harus Untungkan Petani, Bukan Penguasa

Nasional
Jokowi Puji RS Konawe yang Dibangun Pakai Uang Pinjaman

Jokowi Puji RS Konawe yang Dibangun Pakai Uang Pinjaman

Nasional
Sikap Politik PKS di Dalam atau Luar Pemerintah Ditentukan Majelis Syuro Bulan Depan

Sikap Politik PKS di Dalam atau Luar Pemerintah Ditentukan Majelis Syuro Bulan Depan

Nasional
Penembak Danramil Aradide Diketahui Sudah Bergabung ke OPM Kelompok Osea Satu Boma Setahun

Penembak Danramil Aradide Diketahui Sudah Bergabung ke OPM Kelompok Osea Satu Boma Setahun

Nasional
Disebut Bakal Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Jokowi: Saya Masih Jadi Presiden sampai 6 Bulan Lagi, Lho

Disebut Bakal Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Jokowi: Saya Masih Jadi Presiden sampai 6 Bulan Lagi, Lho

Nasional
Menkes Sebut Tak Ada Penghapusan Kelas BPJS, Hanya Standarnya Disederhanakan

Menkes Sebut Tak Ada Penghapusan Kelas BPJS, Hanya Standarnya Disederhanakan

Nasional
Baleg Rapat Pleno Revisi UU Kementerian Negara Siang Ini, Mardani: Kaget, Dapat Undangan Kemarin

Baleg Rapat Pleno Revisi UU Kementerian Negara Siang Ini, Mardani: Kaget, Dapat Undangan Kemarin

Nasional
Jokowi Bakal Gelar Rapat Evaluasi Bea Cukai

Jokowi Bakal Gelar Rapat Evaluasi Bea Cukai

Nasional
Kerajaan Arab Saudi Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Kerajaan Arab Saudi Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Nasional
Mendefinisikan Ulang Mudik untuk Manajemen di 2025

Mendefinisikan Ulang Mudik untuk Manajemen di 2025

Nasional
Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com