”Bersamaan dengan proses demokratisasi, yang tengah berlangsung di Myanmar, pengerahan militer untuk menangani gangguan sipil tentunya akan dan harus diikuti sejumlah pengekangan yang ketat oleh pemerintahnya,” ujar Nambiar.
Sementara itu dari Naypyidaw dikabarkan, juru bicara kepresidenan Myanmar, Ye Htut, menyebut berbagai kekacauan dan kerusuhan berdarah belakangan ini sebagai sesuatu yang tak terhindarkan.
Ye mengakui, berakhirnya masa kekuasaan pemerintahan otoriter junta militer dua tahun lalu berdampak memunculkan persoalan sektarian serius di negeri yang memang terdiri dari banyak etnis tersebut.
”Yang bisa dilakukan adalah membuat kerangka kerja legal yang baik demi menghadapi berbagai ancaman,” ujar Ye.
Lebih lanjut Ye menyebutkan, Pemerintah Myanmar perlu dan akan berupaya membuat gebrakan untuk menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab di masyarakat.
Dia mencontohkan, berbagai bentuk ceramah kebencian yang muncul sekarang mau tak mau harus diakui sebagai produk negatif dari sebuah sistem pemerintahan yang terbuka dan reformis.
Sebuah kondisi yang, menurut dia, tak mungkin terjadi pada masa lalu ketika pemerintahan militer mengatur dengan ketat pers dan gerakan politik.(AFP/DWA)