Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radikalisasi Ancam Myanmar

Kompas.com - 06/04/2013, 03:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Myanmar dinilai tidak menjadi satu-satunya negara yang saat ini menghadapi ancaman serius radikalisasi menyusul kerusuhan berdarah sektarian, yang semakin kerap mengguncang negeri yang baru belajar berdemokrasi itu. Penilaian itu terlontar pada jumpa pers, Jumat (5/4), seusai pembukaan lokakarya.

Lokakarya digelar atas kerja sama ASEAN-PBB dengan tema ”Pencegahan Konflik dan Diplomasi”, 5-6 April 2013, di Jakarta.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Wakil Sekretaris Jenderal PBB Vijay Nambiar, dan Sekjen ASEAN Le Luong Minh hadir membuka lokakarya.

”Sekarang radikalisasi sudah menjadi ancaman yang harus diwaspadai pemerintahan negara mana pun di dunia,” ujar Marty.

Sikap hati-hati juga harus dilakukan mengingat setiap kejadian di satu negara akan berdampak ke negara lain, terutama di kawasan.

Marty menyebut, konflik komunal yang terjadi saat ini di Myanmar juga terjadi pada masa lalu di Indonesia. Kondisi itu menjadi bagian dari proses berdemokrasi.

”Sekarang ini Indonesia dan ASEAN meminta Pemerintah Myanmar bisa menuntaskan masalahnya sebaik mungkin, termasuk dengan menghormati prinsip hak asasi manusia dan demokrasi, seperti juga dianut ASEAN,” ujar Marty.

Sementara itu menyikapi pengerahan aparat militer untuk meredam konflik sektarian berdarah di Myanmar, Nambiar menilai, dalam konteks tertentu, hal seperti itu memang dibutuhkan.

Pemerintah Myanmar, menurut Nambiar, juga perlu menyampaikan pesan kuat ke masyarakatnya bahwa mereka memang serius dan berupaya keras mengembalikan stabilitas serta keteraturan di negeri itu.

Selain itu Pemerintah Myanmar, Nambiar menambahkan, juga harus menyuarakan pesan kuat bahwa mereka tak pernah akan menoleransi kekacauan di sana.

”Bersamaan dengan proses demokratisasi, yang tengah berlangsung di Myanmar, pengerahan militer untuk menangani gangguan sipil tentunya akan dan harus diikuti sejumlah pengekangan yang ketat oleh pemerintahnya,” ujar Nambiar.

Kekacauan tak terhindari

Sementara itu dari Naypyidaw dikabarkan, juru bicara kepresidenan Myanmar, Ye Htut, menyebut berbagai kekacauan dan kerusuhan berdarah belakangan ini sebagai sesuatu yang tak terhindarkan.

Ye mengakui, berakhirnya masa kekuasaan pemerintahan otoriter junta militer dua tahun lalu berdampak memunculkan persoalan sektarian serius di negeri yang memang terdiri dari banyak etnis tersebut.

”Yang bisa dilakukan adalah membuat kerangka kerja legal yang baik demi menghadapi berbagai ancaman,” ujar Ye.

Lebih lanjut Ye menyebutkan, Pemerintah Myanmar perlu dan akan berupaya membuat gebrakan untuk menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab di masyarakat.

Dia mencontohkan, berbagai bentuk ceramah kebencian yang muncul sekarang mau tak mau harus diakui sebagai produk negatif dari sebuah sistem pemerintahan yang terbuka dan reformis.

Sebuah kondisi yang, menurut dia, tak mungkin terjadi pada masa lalu ketika pemerintahan militer mengatur dengan ketat pers dan gerakan politik.(AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com