Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ubah Pendekatan atas Korea Utara

Kompas.com - 03/04/2013, 03:22 WIB

RENÉ L PATTIRADJAWANE

Krisis Semenanjung Korea meningkat tajam dan memanas ketika berbagai ancaman dikeluarkan menghasilkan konstelasi baru. Korea Utara melalui perintah Kim Jong Un memutus semua hot line yang menjaga perdamaian Semenanjung Korea selama ini.

Posisi sebagai pelindung Korea Selatan (Korsel), AS mengubah perimbangan militer, menempatkan persenjataan yang belum pernah dilakukan sejak meredanya Perang Korea tahun 1953. Washington menerbangkan pesawat pengebom B-52 berkemampuan nuklir dan menggelar pesawat pengebom siluman B-2 sebagai upaya penggetaran atas ancaman Korut.

Pertanyaannya adalah apakah dunia internasional salah membaca dan menganalisis tujuan Kim Jong Un, anak muda yang dikira akan nekat karena pengalamannya tidak sepadan dengan kakeknya, Kim Il Sung, dan ayahnya, Kim Jong Il? Ketika Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 2094, kenapa Kim Jong Un menjadi murka memutus perjanjian dan ikatan yang membekukan peperangan di Semenanjung Korea?

Resolusi ini sendiri lebih ditujukan pada sanksi lebih spesifik atas individu seperti pemimpin politik dan diplomat Korut, seperti akses ke barang mewah dan transfer dana, ketimbang sanksi yang bersifat politik dan ekonomi umum kepada Korut sebagai negara. Kemarahan Kim Jong Un juga menjadi meledak ketika AS-Korsel melakukan latihan militer tahunannya, menyebabkan pemimpin muda komunis ini mengancam akan melakukan serangan pre-emptive atas para ”agresor”-nya.

Ada faktor yang menjelaskan obyektif yang ingin dicapai Kim Jong Un, mulai kelangsungan rezim kekuasaan keluarga Kim, keamanan nasional, hingga kekuatan ekonomi. Ketiga obyektif ini tidak selalu muncul secara berurutan, tergantung situasi dan kondisi yang berkembang, seperti pergantian kekuasaan secara demokratis di Seoul yang memilih Park Geun-hye yang sampai sekarang masih belum bisa menyusun kabinetnya.

Sementara perangkat mencapai obyektivitasnya, Kim Jong Un secara cepat belajar dari pengalaman ayahnya, Kim Jong Il, menggunakan penggetaran nuklir, konfrontasi militer, dan negosiasi diplomasi, khususnya terhadap AS. Ketika Korut tidak memiliki saluran diplomatik untuk menyampaikan obyektivitasnya, khususnya proses perundingan yang menjamin keamanan nasionalnya, pengembangan kekuatan nuklir dan konflik militer akan terus berlanjut dan menjadi pilihan utama.

Selama ini, Korsel dan AS melihat upaya yang dilakukan Korut sebagai provokasi serius mengancam stabilitas dan perdamaian di Semenanjung Korea. Di sisi lain, walaupun China menyetujui Resolusi 2094 Dewan Keamanan PBB, tidak berarti Beijing berada di posisi ”mengeroyok dan mengepung” Korut.

Perubahan situasi melalui penambahan kekuatan bersenjata AS di Semenanjung Korea akan dilihat Beijing sebagai persoalan baru yang bisa memicu konflik terbuka karena berbagai kesalahan strategis maupun taktis. Selamanya, China akan melihat Pyongyang sebagai kawan, dan tidak ada dalam kamus diplomasi China meninggalkan kawan ideologinya.

Ketika wartawan asing menyaksikan peluncuran roket Unha-3 tahun lalu serta kunjungan pemain bintang NBA, Dennis Rodman, ke Pyongyang awal Maret, ada perubahan pendekatan ingin disampaikan Kim Jong Un. Seharusnya juga ada perubahan pendekatan atas Korut untuk menjamin stabilitas dan perdamaian di Semenanjung Korea keluar dari lingkaran penggetaran nuklir yang sudah ada selama beberapa dekade.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com