Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Terlalu Dini Nyatakan "Bubble" Properti

Kompas.com - 21/03/2013, 14:48 WIB

Oleh  Ali Tranghanda

KOMPAS.com — Pasar properti Indonesia memang mengalami kenaikan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pembangunan proyek-proyek properti melejit beberapa tahun terakhir. Meski demikian, yang terjadi itu bukanlah bubble, melainkan over value.

Ada perbedaan secara prinsip dalam penyampaian kedua istilah tersebut. Fundamental pasar properti Indonesia sangat berbeda dengan pasar properti di negara lain. Itulah yang dilupakan oleh Bank Dunia.

Beberapa hal yang mendasar yang diyakini tidak akan memberikan dampak bubble di Indonesia meliputi:

- Pasar properti di Indonesia mengalami kenaikan permintaan dan pertumbuhan harga tinggi lebih dikarenakan siklus alamiah properti yang sedang dalam tren naik. Pada 2009, siklus properti Indonesia memasuki tahap percepatan dan diperkirakan pada 2013 mencapai titik tertinggi dengan kemungkinan terjadinya perlambatan pasar. Perlambatan ini telah dirasakan memasuki awal 2013 dengan mulai melambatnya pertumbuhan harga dan berkurangnya proyek-proyek baru yang dibangun relatif banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

- Tingginya peningkatan KPR merupakan gambaran permintaan pasar konsumen yang tinggi, khususnya end user karena sebesar 75 persen pengguna KPR merupakan end user. Dengan demikian, pasar konsumen relatif lebih nyata dibandingkan pasar investor yang merupakan pasar semu. Walaupun demikian, aktivitas pasar investor pun dirasakan mulai melambat.

- Peran konsumen investor sangat memengaruhi peningkatan pasar properti yang tinggi. Namun, memasuki 2013, pasar relatif sudah menunjukkan kejenuhan karena harga yang telah terlalu tinggi sehingga terjadi over value. Sekali lagi, over value, bukan bubble.

Harga yang terlalu tinggi di pasar primer menyebabkan tidak terjadinya keseimbangan pasar wajar karena harga di pasar sekunder ternyata lebih rendah. Over value terjadi bila harga di pasar primer dibandingkan harga sekunder terjadi perbedaan 15 sampai 20 persen. Ini menyebabkan pasar akan bergerak ke keseimbangan pasar baru pada 2013.

- Kenaikan harga yang signifikan hanya terjadi di segmen menengah atas. Hal ini terjadi khususnya pada sektor landed residential, apartemen, dan harga sewa perkantoran, dan hanya terjadi di beberapa lokasi. Dengan demikian, hal itu tidak bisa menggambarkan pasar properti secara menyeluruh.

- Melihat dari sisi perbankan kredit, rasio kredit bermasalah pun masih di bawah 3 persen dengan rasio kredit properti terhadap keseluruhan kredit masih di bawah 15 persen. Dengan demikian, masih terlalu dini menyebutkan pasar properti sudah mengalami bubble.

- Hal lain dan terpenting yang membedakan pasar properti Indonesia dengan pasar properti di negara lain adalah bahwa pasar properti Indonesia didominasi oleh pasar lokal yang begitu kuat. Ini berbeda dengan pasar Singapura, China, dan Vietnam, serta negara-negara tetangga lain yang mengalami bubble lantaran pasar properti lebih banyak dikuasai oleh asing sehingga, ketika terjadi krisis di negara asalnya, maka akan berpengaruh terhadap nilai properti di negara tersebut.

- Dibukanya keran investasi asing secara besar-besaran di China telah mengakibatkan dampak bubble bagi properti di negara asal. Patokan harga yang terjadi adalah patokan harga dengan daya beli dari luar negeri yang berlipat-lipat sehingga pasar lokal tidak dapat membeli. Inilah yang merupakan bubble sebenarnya, ketika rentang harga yang terjadi sangat tinggi.

Berbeda lagi dengan kasus sub-prime mortgage di Amerika Serikat yang tidak bisa disamakan dengan kasus di Indonesia dan sangat jauh berbeda karena fundamental kredit KPR di Indonesia yang relatif masih konvensional. Di Amerika, pasar KPR diperjualbelikan berkali-kali dalam sistem derivatif saham sehingga harga menjadi berlipat-lipat dari aslinya. Ketika pasar saham anjlok, maka gelembung properti akan meletus dan menghantam pasar perumahan di sana.

Kejenuhan pasar

Memasuki tahun 2013, pasar properti mengalami perlambatan khusus di segmen menengah atas. Para pelaku pasar, khususnya pengembang dan investor, relatif telah mulai merasakan kejenuhan pasar di segmen ini. Karenanya, saat ini pasar mulai bergeser ke pasar menengah dengan tangkapan pasar end user lebih banyak.

Peningkatan pasar properti yang tinggi ini memang berdampak terhadap kenaikan tanah yang disediakan untuk pasar menengah sampai bawah. Karena dalam hal ini, pemerintah seharusnya segera menyiapkan mekanisme bank tanah (land bank) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan instrumen subsidi lain, termasuk tabungan perumahan rakyat (tapera) sehingga aspek keterjangkauan akan bisa tercapai.

Namun, sekali lagi, pernyataan Bank Dunia yang menyatakan pasar properti Indonesia telah mengalami bubble tidak perlu disepakati. Perlu pengamatan yang mendalam dari Bank Dunia terhadap pasar lokal Indonesia sehingga tidak terbatas dengan data tertulis, tetapi karakteristik pasar properti Indonesia yang berbeda jauh dengan negara-negara lain. 

(Penulis adalah Direktur Indonesia Property Watch)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com