Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chavez dan Mosaik Sosialisme Kerakyatan

Kompas.com - 14/03/2013, 02:36 WIB

Negara dengan para pemimpinnya yang dipilih rakyat untuk memerintah atas nama rakyat tidak melayani kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional, melainkan melayani rakyat. Rancang bangun sebuah ekonomi sosial pertama-tama ditempuh Chavez adalah dengan merombak institusi negara yang birokratis dan koruptif menjadi negara sosialis yang kerakyatan. Dalam tahun-tahun pertama, Chavez tak mudah menempuh jalan ini, bahkan kudeta sekelompok militer yang didukung oposisi hampir menjatuhkannya.

Peran negara tidak seperti dalam paham sosialisme terpimpin dan doktriner (model sosialisme bekas Uni Soviet), tetapi memberi peran yang lebih besar, dinamis, dan relevan kepada pemerintah untuk mengatur ekonomi. Dengan PDVSA sebagai jantung ekonomi, Chavez memilih cara klasik: menaikkan permintaan agregat. Artinya, negara mengeluarkan banyak anggaran untuk sektor-sektor pembangunan padat karya sehingga meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan per kapita. Perusahaan swasta dapat untung juga karena saat konsumsi meningkat (faktor yang sangat bergantung pada pendapatan per kapita), permintaan akan barang dan jasa juga meningkat. Akhirnya produksi terdongkrak.

Di samping itu, meningkatnya anggaran dana sosial sangat membantu masyarakat miskin. Politik sosial seperti ini memberi warna khusus bagi Chavez karena mayoritas orang miskin di banyak negara maju sekalipun tak disentuh kebijakan ekonomi pemerintah.

Faktor rakyat sangat menentukan dalam ekonomi sosialis. Selama politik ekonomi yang berciri karitatif dan asistensialistis merupakan pilihan utama, kega- galan mudah diprediksi sebab yang hilang ialah gejala dari kemiskinan, bukan sebabnya. Chavez mengorganisasikan koperasi produktif yang dibantu kredit lunak untuk memberantas sebab kemiskinan. Ke dalam koperasi itu demokratis, ke luar kompetitif sesuai dengan hukum pasar.

Peran pemerintah dan rakyat yang proaktif dalam produksi dan distribusi barang dan jasa sungguh merupakan mosaik ekonomi sosial kerakyatan. Indonesia mungkin tak dapat meniru model ini karena banyak sebab. Di anta- ranya mental kerakyatan yang minim dari pemerintah. Dengan sistem pemerintah yang sangat parlementaristis, kekuasaan eksekutif ke dalam takut akan teka- nan primordial sejumlah golongan; ke luar berkiblat ke negara Barat dan bangsa kita terbiasa dengan apa yang ada.

Sebab kedua adalah kurangnya pengalaman signifikan bagai- mana hidup cukup sejahtera. Kecuali sampai akhir 1980-an, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan secara akumulatif, tetapi ekonomi yang trickle down seperti ini tak menyentuh periuk nasi orang miskin. Berbeda dengan Venezuela, sebelum krisis minyak, pertumbuhan ekonomi berkarakter sosial, dan masyarakat tahu bagaimana dampak positif ekonomi kerakyatan. Hal ini menjadi pembelajaran kolektif yang ujungnya adalah revolusi sosial melawan pemerintah koruptif selama krisis minyak.

Mungkin mosaik sosialisme kerakyatan Venezuela bisa menjadi inspirasi bagi Pemerintah Indonesia mendatang. Namun, ini bergantung sepenuhnya kepada rakyat yang berwawasan sosialis memilih orang yang berpihak kepada kaum jelata.

Martin Bhisu SVD Rohaniman: Berkarya di Paraguay

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com