Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Karyawan Yahoo Dilarang Kerja dari Rumah?

Kompas.com - 11/03/2013, 11:23 WIB

siliconangle.com Kantor Pusat Yahoo! Inc di Sunnyvale, California, AS.

KOMPAS.com — Sementara banyak perusahaan mulai mempertimbangkan untuk menerapkan sistem kerja remote (dari jarak jauh) bagi para karyawannya, belum lama ini CEO Yahoo, Marissa Mayer, justru membuat peraturan baru yang mengharuskan para karyawannya bekerja di kantor. Peraturan tersebut mulai berlaku pada Juni 2013 mendatang.

Sistem kerja remote memang menawarkan kelebihan dan kemudahan bagi perusahaan dan karyawan. Namun, tantangannya cukup berat, terutama dalam hal menjaga komunikasi, produktivitas, dan iklim kolaborasi antarkaryawan dan tim. Tampaknya tantangan ini sulit dihadapi Yahoo.

Dalam memo tertulis yang dikirimkan oleh Jackie Reses, Executive Vice President of People & Development Yahoo! Inc., peraturan baru itu dibuat untuk mempererat komunikasi dan kolaborasi para karyawan—agar mereka menjadi lebih produktif.

Peraturan tersebut menuai banyak pro dan kontra. Kritik dan ungkapan kekecewaan terutama datang dari kalangan karyawan yang sudah telanjur menikmati nyamannya bekerja dari rumah. Tetapi, banyak pula blogger dan ibu yang memiliki anak melayangkan protes. Menurut mereka, Mayer tidak memahami penderitaan para ibu yang bekerja.

Namun, banyak pula pihak yang mendukung Mayer. Tom Gimbel, pendiri dan CEO LaSalle Network, salah satunya. LaSalle Network adalah sebuah perusahaan perekrutan SDM yang berbasis di Chicago, Amerika Serikat.

Menurut Gimbel, seperti dikutip dari Business Insider, keputusan itu diambil Mayer bukan karena tidak memedulikan hak pekerja, terutama para ibu yang memiliki anak. Keputusan itu diambil karena Yahoo yang sedang menghadapi masalah dan perlu mengubah kultur perusahaannya. Untuk melakukan perubahan, perusahaan membutuhkan kehadiran para karyawannya secara fisik.

Gimbel menganalogikan Yahoo seperti sebuah tim basket. Satu tim basket terdiri dari lima orang pemain yang tidak bisa bermain di lapangan yang berbeda. Di lapangan yang berbeda, mereka mungkin bisa menjadi penembak bola yang jitu. Tetapi, mereka tidak akan tahu bagaimana caranya bekerja sama. Gimbel menilai, dengan menerapkan peraturan itu, Mayer justru memberi kesempatan bagi setiap karyawan untuk menyelamatkan Yahoo dan mengubah perusahaan itu menjadi lebih baik.

Keputusan Mayer juga mendapat dukungan dari beberapa mantan karyawan Yahoo, termasuk mantan eksekutif Yahoo, Michael Katz. Menurut Katz, larangan bagi karyawan Yahoo untuk bekerja dari rumah adalah hal yang sangat tepat.

Ada beberapa alasan mengapa Mayer harus membuat peraturan tersebut. Jumlah karyawan Yahoo yang bekerja secara remote sangat banyak, dan mereka berasal dari berbagai divisi—mulai dari divisi marketing hingga engineering. Kebanyakan dari mereka tidak produktif. Selain itu, kebanyakan perusahaan digital lainnya di Silicon Valley tidak menerapkan sistem kerja remote seperti yang dilakukan Yahoo, contohnya Google dan Facebook.

Alasan finansial tampaknya juga menjadi pertimbangan Mayer. Dengan adanya peraturan itu, para karyawan yang tidak mau bekerja di kantor bisa berhenti dari Yahoo. Hal ini tentunya akan membantu Yahoo melakukan penghematan.

Pada intinya, Yahoo menjadi terpuruk karena selama 15 tahun terakhir sudah menjadi perusahaan yang “malas”dan memanjakan para karyawannya. Di bawah kepemimpinannya, tampaknya Mayer merasa sangat perlu menata ulang Yahoo agar bisa menjadi perusahaan yang lebih “langsing dan gesit”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Microsoft Akan Beri Pelatihan AI Skilling untuk 840.000 Orang di Indonesia

Microsoft Akan Beri Pelatihan AI Skilling untuk 840.000 Orang di Indonesia

e-Business
Microsoft Investasi Rp 27 Triliun di Indonesia, Terbesar dalam 29 Tahun

Microsoft Investasi Rp 27 Triliun di Indonesia, Terbesar dalam 29 Tahun

e-Business
'Microsoft Build: AI Day' Digelar di Jakarta, Dihadiri CEO Microsoft Satya Nadella

"Microsoft Build: AI Day" Digelar di Jakarta, Dihadiri CEO Microsoft Satya Nadella

e-Business
Bukti Investasi Apple Rp 1,6 Triliun di Indonesia Masih Sekadar Janji

Bukti Investasi Apple Rp 1,6 Triliun di Indonesia Masih Sekadar Janji

e-Business
Profil Satya Nadella, CEO Microsoft yang Kunjungi Indonesia Hari Ini

Profil Satya Nadella, CEO Microsoft yang Kunjungi Indonesia Hari Ini

e-Business
CEO Microsoft Satya Nadella Bertemu Presiden Jokowi Pagi Ini

CEO Microsoft Satya Nadella Bertemu Presiden Jokowi Pagi Ini

e-Business
TikTok Dijual ke Non-China atau Diblokir, Harganya Ditaksir Rp 1.600 Triliun

TikTok Dijual ke Non-China atau Diblokir, Harganya Ditaksir Rp 1.600 Triliun

e-Business
Setelah TikTok, Drone DJI Juga Terancam Dilarang di AS

Setelah TikTok, Drone DJI Juga Terancam Dilarang di AS

e-Business
Cara Membuat Kesimpulan Otomatis dengan Mudah buat Skripsi, Jurnal, dll

Cara Membuat Kesimpulan Otomatis dengan Mudah buat Skripsi, Jurnal, dll

e-Business
Bos Nvidia Serahkan Langsung Chip AI DGX H200 Pertama di Dunia ke CEO OpenAI

Bos Nvidia Serahkan Langsung Chip AI DGX H200 Pertama di Dunia ke CEO OpenAI

e-Business
ByteDance Lebih Pilih Tutup TikTok daripada Dijual ke Amerika

ByteDance Lebih Pilih Tutup TikTok daripada Dijual ke Amerika

e-Business
Menerka Misi Tersembunyi Lawatan Bos Apple ke Indonesia, Vietnam, dan Singapura

Menerka Misi Tersembunyi Lawatan Bos Apple ke Indonesia, Vietnam, dan Singapura

e-Business
Daftar 5 iPhone Harga Rp 5 Jutaan, Ada iPhone 11, iPhone XR, dll

Daftar 5 iPhone Harga Rp 5 Jutaan, Ada iPhone 11, iPhone XR, dll

e-Business
Profil Lee Jae-Yong, Bos Besar Samsung yang Jadi Orang Terkaya di Korea Selatan

Profil Lee Jae-Yong, Bos Besar Samsung yang Jadi Orang Terkaya di Korea Selatan

e-Business
Joe Biden Sahkan Undang-undang yang Ancam Blokir TikTok di AS

Joe Biden Sahkan Undang-undang yang Ancam Blokir TikTok di AS

e-Business
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com