Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berharap Mereka Jadi yang Terakhir

Kompas.com - 02/03/2013, 03:01 WIB

Salamah (6), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina, mengaum berulang kali saat Ipen (31), pawangnya di Taman Safari Indonesia di Bogor, mendekati kandangnya, beberapa saat lalu. Sejak kaki kanannya diamputasi setahun lalu, hidup Salamah dipenuhi ketakutan.

”Setahun di penangkaran, Salamah masih agresif. Ia selalu ketakutan bila didekati manusia. Kenangan buruk terjerat kawat baja selama tiga hari di hutan Sumatera sepertinya sulit dilupakan,” kata Ipen.

Salamah adalah penghuni penangkaran harimau sumatera di TSI Bogor, Jawa Barat. Penangkaran itu satu-satunya di Indonesia, dibangun tahun 1992, dan kini menjadi rumah terakhir Salamah bersama 18 harimau lain. Delapan ekor di antaranya cacat fisik dan trauma.

Tupan (10), penghuni penangkaran lainnya, mengalami trauma berat. Saat ditemukan di Hutan Muara Emad, Kecamatan Batang Meranin, Kabupaten Kerinci, Jambi, setahun lalu, kondisinya mengenaskan. Kaki kanan terjerat kawat baja, giginya remuk dipukuli, dan ada delapan lintah dalam hidungnya.

”Lukanya bisa disembuhkan. Namun, trauma membuatnya terus waspada hingga kini,” kata Kepala Informasi TSI Irawan.

Nasib naas menimpa Rajo, harimau asal Hutan Lindung Bukit Daun, Desa Mangkurajo, Kecamatan Tes, Kabupaten Lebong, Bengkulu. Rajo mati setelah dirawat intensif dua hari.

Rajo, harimau sumatera berumur 5-7 tahun, lanjut Irawan, datang dalam kondisi mengenaskan. Kaki kanan depan nyaris putus. Ada 9 luka tusuk dan 14 luka senapan angin di tubuhnya. Kedua matanya juga buta ditembak senapan mimis. Ia juga diperkirakan sudah seminggu terikat jebakan baja.

Meski tak semalang Rajo, harimau yang cacat lainnya dipastikan kehilangan habitat liar. Dalam jangka lama, mungkin selamanya, mereka akan hidup di penangkaran. Dalam kondisi cacat, pelepasliaran akan membahayakan nyawa harimau itu.

Rentan konflik

Data Forum Harimau Kita, lembaga swadaya masyarakat yang peduli harimau, menuliskan, hanya sekitar 400 ekor harimau di alam bebas hingga tahun 1992, dan diperkirakan jumlahnya terus menurun. Kajian lainnya menyebutkan, tinggal sekitar 250 harimau sumatera hidup liar hingga tahun 2007. Mereka tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas, Berbak, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Mereka hidup pula di Suaka Margasatwa Kerumutan dan Rimbang. Wilayahnya mencapai 58.000 hektar. Sekitar 100 ekor lainnya hidup di luar kawasan konservasi atau daerah lain hingga 1994.

Executive Officer Forum Harimau Kita Wahyudi menyebutkan, harimau sumatera adalah mamalia endemik Indonesia yang terancam punah. Harimau terbesar di Indonesia ini masuk daftar Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species/CITES) Appendix I. Artinya, harimau sumatera tak boleh diperdagangkan.

Wahyudi mengatakan, kepunahan harimau sumatera disebabkan oleh perburuan liar. Mengutip kajian Mills dan Jackson disebutkan, antara 1970 dan 1993 tercatat 3.994 kilogram tulang harimau sumatera dikirim secara ilegal ke Korea Selatan dari Indonesia. Kajian Sheppard dan Magnus memperkirakan, 253 ekor harimau sumatera tersingkir dari habitatnya akibat perburuan periode 1998-2002.

Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah konflik antara manusia dan harimau yang dilatarbelakangi pembukaan lahan. Konflik itu memakan korban di kedua belah pihak. (Cornelius Helmy)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com