Bengkulu, Kompas -
Sebagian besar harimau itu dari Kabupaten Seluma (8 ekor), lalu Kabupaten Bengkulu Utara (2 ekor) dan Kabupaten Lebong (1 ekor). Itu belum termasuk 6 harimau yang ketika disita dari pelaku perdagangan satwa liar sudah tinggal kulit, opsetan, dan tulang belulangnya.
”Konflik satwa liar dengan manusia di Bengkulu memang sering,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Anggoro Dwi Sujiarto, Selasa (26/2). Konflik dipicu merosotnya mangsa harimau di dalam hutan yang juga kian rusak.
Berdasarkan data BKSDA Bengkulu, kawasan konservasi seluas 45.345 hektar yang dikelola BKSDA lebih dari separuhnya dirambah dan berubah menjadi kebun. Salah satu lokasi perambahan terparah adalah Kabupaten Seluma, yang kasus konflik harimau-manusianya banyak.
Terakhir, seekor harimau sumatera dievakuasi dari habitatnya setelah diperkirakan sering mendatangi permukiman warga Desa Talang Sebaris, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma. Dua kaki belakang harimau betina, Tesa, itu lumpuh. Di lehernya ada luka bekas terjerat.
Diduga, Tesa kesulitan mencari mangsa dan akhirnya turun ke permukiman serta memangsa ternak warga. Tesa dirawat di kantor BKSDA Bengkulu.
Dokter hewan BKSDA Bengkulu, Erni Suyanti Musabine, mengatakan, perlu pemeriksaan lanjut untuk mengetahui penyebab lumpuhnya kaki belakang Tesa. Sayang, di Bengkulu tidak ada fasilitas kesehatan hewan yang memadai.
”Saatnya Bengkulu mempunyai klinik harimau karena konflik di sini tinggi. Perawatan harimau korban konflik pun bisa intensif,” kata Erni.