Namun, nasib Ag Ghaly alias Abuu al-Fadl (49) dan keluarganya belum diketahui pasti. Belum jelas, apakah pemimpin kelompok milisi sayap Al Qaeda itu berada di rumah itu atau tidak saat serangan datang.
Serangan udara ke Kidal itu terjadi sehari setelah Perancis merebut kota Gao dari milisi bersenjata Ansar Dine. Setelah Kidal, pasukan asing yang dipimpin Perancis, Minggu, bergerak ke basis milisi lain di Timbuktu, kota bersejarah yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Afrika sejak abad ke-15.
”Pesawat-pesawat tempur Perancis menyerang kamp militer yang dikuasai milisi di Kidal dan menghancurkan rumah Ag Ghaly. Serangan lain diarahkan ke wilayah barat Kidal, tidak jauh dari desa kelahiran Ag Ghaly,” kata pejabat keamanan Mali yang juga dibenarkan warga kota itu.
Kidal terletak sekitar 1.500 kilometer (km) sebelah utara ibu kota Bamako dan menjadi basis milisi Ansar Dine sejak Mei tahun lalu. Ag Ghaly adalah mantan tentara Mali, yang bergabung dengan suku Tuareg. Setelah keluar dari Tuareg, Ag Ghaly memimpin Ansar Dine.
Seusai kudeta militer di Bamako, April lalu, Ansar Dine dan Tuareg sempat bersatu mendirikan negara baru terpisah dari Bamako. Usaha itu gagal, mereka akhirnya pecah.
Kidal adalah kota pertama yang direbut oleh Ansar Dine dari kendali Bamako sebelum merebut Gao dan Timbuktu di Mali utara. Milisi ini dengan tegas menerapkan hukum cambuk, rajam dengan batu, dan eksekusi bagi penjahat atau pelanggar hukum. Mereka juga melarang musik dan televisi.
Serangan ke Kidal terjadi pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari setelah Perancis dan pasukan Mali merebut kembali Gao, kota berpenduduk 60.000 jiwa.
Sumber keamanan di Gao mengabarkan, kontingen pertama pasukan Mali, Chad, dan Niger sudah tiba di kota itu untuk pengamanan pasca-serangan udara Perancis.