Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jet Perancis Mengebom Kidal

Kompas.com - 28/01/2013, 03:43 WIB

bamako, minggu - Jet-jet tempur Perancis mengebom kota Kidal, salah satu basis milisi Ansar Dine, di Mali utara, Minggu (27/1) dini hari. Rumah tinggal Iyad Ag Ghaly, pemimpin kelompok milisi itu, hancur. Di bagian lain, pasukan gabungan pimpinan Perancis bergerak menuju Timbuktu.

Namun, nasib Ag Ghaly alias Abuu al-Fadl (49) dan keluarganya belum diketahui pasti. Belum jelas, apakah pemimpin kelompok milisi sayap Al Qaeda itu berada di rumah itu atau tidak saat serangan datang.

Serangan udara ke Kidal itu terjadi sehari setelah Perancis merebut kota Gao dari milisi bersenjata Ansar Dine. Setelah Kidal, pasukan asing yang dipimpin Perancis, Minggu, bergerak ke basis milisi lain di Timbuktu, kota bersejarah yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Afrika sejak abad ke-15.

”Pesawat-pesawat tempur Perancis menyerang kamp militer yang dikuasai milisi di Kidal dan menghancurkan rumah Ag Ghaly. Serangan lain diarahkan ke wilayah barat Kidal, tidak jauh dari desa kelahiran Ag Ghaly,” kata pejabat keamanan Mali yang juga dibenarkan warga kota itu.

Kidal terletak sekitar 1.500 kilometer (km) sebelah utara ibu kota Bamako dan menjadi basis milisi Ansar Dine sejak Mei tahun lalu. Ag Ghaly adalah mantan tentara Mali, yang bergabung dengan suku Tuareg. Setelah keluar dari Tuareg, Ag Ghaly memimpin Ansar Dine.

Seusai kudeta militer di Bamako, April lalu, Ansar Dine dan Tuareg sempat bersatu mendirikan negara baru terpisah dari Bamako. Usaha itu gagal, mereka akhirnya pecah.

Kidal adalah kota pertama yang direbut oleh Ansar Dine dari kendali Bamako sebelum merebut Gao dan Timbuktu di Mali utara. Milisi ini dengan tegas menerapkan hukum cambuk, rajam dengan batu, dan eksekusi bagi penjahat atau pelanggar hukum. Mereka juga melarang musik dan televisi.

Kontingen Afrika

Serangan ke Kidal terjadi pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari setelah Perancis dan pasukan Mali merebut kembali Gao, kota berpenduduk 60.000 jiwa.

Sumber keamanan di Gao mengabarkan, kontingen pertama pasukan Mali, Chad, dan Niger sudah tiba di kota itu untuk pengamanan pasca-serangan udara Perancis.

Kontingen pertama pasukan gabungan itu diterbangkan langsung dari Niamey, ibu kota Niger. Sementara pasukan lain dari Chad dan Niger bergerak melalui jalan darat menuju perbatasan Mali. Mereka bergerak dari Ouallam, salah satu kota di Niger, 100 km sebelah tenggara Gao.

Intervensi militer Perancis ke Mali dimulai pada 11 Januari setelah milisi Ansar Dine mengambil alih Konna. Milisi bahkan terus merangsek ke Mali tengah, sebagai bagian dari upaya mereka merebut Bamako. Pergerakan milisi yang semakin agresif mendorong Bamako meminta bantuan militer Perancis.

Perdana Menteri Perancis Jean-Marc Ayrault mengatakan, setelah merebut Gao, tentaranya bersiap ke Timbuktu. Mei tahun lalu, milisi Ansar Dine menghancurkan sejumlah bangunan bersejarah peradaban Islam di kota itu, yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.

Terkait intervensi Perancis, banyak negara memberikan dukungan personel militer, logistik, dan politik. Lima belas anggota blok negara-negara Afrika Barat, ECOWAS, mengirim masing-masing 300-500 tentara. Chad bahkan mengirim 2.000 tentara. Dewan Keamanan PBB memberikan dukungan politik.

Dukungan AS

Amerika Serikat bahkan mengirim pesawat tanker untuk pengisian bahan bakar jet-jet tempur Perancis di Mali. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta mengatakan kepada Menhan Perancis Jean-Yves Le Drian, Sabtu, bahwa Pentagon siap mendukung Perancis.

”Pentagon siap mengirim pesawat-pesawat pengisi bahan bakar untuk mendukung pasukan Perancis di Mali,” kata juru bicara Pentagon, George Little.

Menurut Little, Panetta dan Le Drian membicarakan dukungan militer AS ”untuk mencegah para teroris menjadikan Mali sebagai pangkalan mereka”. Dukungan itu diberikan selama Perancis melakukan intervensi militer di Mali.

Perundingan antara Panetta dan Le Drian dilakukan setelah Presiden AS Barack Obama melakukan pembicaraan per telepon dengan Presiden Perancis Francois Hollande. Kedua kepala negara itu bersepakat bekerja sama untuk menekan ekstremisme di kawasan Afrika.

(AFP/AP/REUTERS/ BBC/CNN/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com