Koalisi Negara Hukum mengutamakan memilih jalan dialog daripada forum parlemen untuk mencari solusi krisis politik. Demikian dilaporkan wartawan Kompas
Sidang parlemen dijadwalkan membahas tuntutan pengunjuk rasa, yaitu mengamandemen butir 4 undang-undang Irak tentang terorisme, keadilan sosial, dan akuntabilitas. Butir 4 UU itu ditengarai menjadi pemicu krisis, karena dinilai digunakan oleh Al-Maliki untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya.
Massa penganut Sunni mulai turun jalan di Provinsi Al-Anbar, Irak barat, pada 21 Desember, menyusul penangkapan para pengawal Menteri Keuangan Rafi al-Essawi yang berasal dari kelompok Sunni oleh pemerintah. Al-Maliki menuduh mereka terlibat aktivitas terorisme.
Koalisi Negara Hukum sempat membujuk faksi politik lain agar memboikot sidang darurat parlemen, agar sidang itu tidak memenuhi kuorum. Koalisi pimpinan Al-Maliki itu memiliki 89 kursi parlemen Irak hasil pemilu Maret 2010, atau sekitar 24 persen dari 325 kursi parlemen.
Namun, sebagian besar faksi politik mendukung sidang parlemen darurat itu. Di antara faksi politik tersebut adalah blok Iraqiyah (91 kursi), koalisi Kurdistan (43 kursi), dan Aliansi Nasional Irak, gabungan kekuatan politik Syiah (70 kursi).
Sekretaris Jenderal Blok Al-Ahrar (faksi Al-Sadr di parlemen), Dhiya’ al-Asadi, kepada televisi Aljazeera menegaskan, bloknya akan hadir dalam sidang darurat parlemen. Ia menyatakan, bloknya mendukung tuntutan para pengunjuk rasa.
Sekjen Partai Perkumpulan Masa Depan Nasional Dhafir al-Aani, seperti dikutip situs Aljazeera, mengatakan, ketidakhadiran fraksi Koalisi Negara Hukum menunjukkan mereka tidak serius menyelesaikan krisis politik ini. Ia memperingatkan, krisis akan membawa Irak ke dalam terowongan gelap. Al-Aani menuduh koalisi pemerintah ingin menggagalkan sidang.
Sebaliknya, anggota Koalisi Negara Hukum, Abdel Hadi al-Hassani, mengatakan, adalah hak anggota parlemen hadir atau absen dalam sidang darurat. Ia mengkritik keras unjuk rasa yang disebutnya untuk menggagalkan proses politik di Irak. Ia juga menuduh unjuk rasa sebagai sektarian dan mengusung kepentingan asing, karena mengibarkan bendera asing dalam aksi unjuk rasa itu.