Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Pun Tidak Berdaya

Kompas.com - 24/12/2012, 02:08 WIB

Assad melihat kelompok oposisi sebagai kelompok ”pemberontak” dan ” teroris” yang harus dibasmi.

Sebaliknya oposisi, mewakili mayoritas rakyat Suriah, melihat Assad seorang tiran, diktator, dan mesin pembunuh. ”Assad telah membunuh semua orang. Dia membunuh sepupu saya. Dia menghancurkan desa saya. Dia menghancurkan rumah saya,” kata Soukrot Amin (23), sukarelawan Tentara Pembebasan Suriah (FSA).

Pasukan oposisi menjadi semakin kuat setelah ratusan tentara Suriah membelot dan bergabung dengan mereka. Tahun 2012 adalah tahun pembelotan terbesar tentara rezim Assad. Pada Juli lalu, puluhan jenderal bergabung dengan oposisi.

Konflik semakin ruwet karena pejuang asing masuk. Konflik pun mengarah ke pertikaian antarkelompok atau aliran keagamaan dan cenderung radikal. Para aktivis HAM menyebutkan, konflik di Suriah sudah semakin sektarian, yakni antara kelompok mayoritas Sunni melawan rezim Assad dari minoritas Alawite, sekte sempalan Syiah.

Menurut laporan UNHRC, banyak pejuang asing yang terlibat konflik di Suriah punya hubungan dengan kelompok-kelompok ekstremis Sunni dari negara tetangga. Mereka beroperasi di unit-unit independen yang mengoordinasikan aksinya dengan FSA, payung pasukan militer oposisi. Aliran senjata melalui jalur ilegal pun meningkat.

Misi prodemokrasi yang pada awalnya diusung oposisi pun diganti kepentingan kelompok, golongan, atau faksi. Muncul pula friksi di kalangan oposisi. Mayoritas oposisi yang bergabung dalam wadah Koalisi Nasional (NC) Suriah menginginkan negara demokrasi dan sekuler, sementara dua faksi oposisi garis keras menghendaki negara berbasis hukum syariah.

Perang saudara di Suriah pun telah mengganggu keamanan kawasan regional, termasuk negara-negara tetangganya, seperti Lebanon, Turki, dan Jordania. Turki sampai harus meminta dukungan aliansi Pertahanan Atlantik Utara agar mengizinkan penyebaran rudal-rudal Patriot untuk menangkis kemungkinan serangan roket dan rudal Suriah.

Tidak saja melimpahkan persoalan kemanusiaan, seperti masalah pengungsi ke negara tetangga, Assad juga ”unjuk kekuatan” teknologi senjata. Frustrasi karena oposisi yang semakin kuat, dia dilaporkan mulai menggunakan rudal balistik dan dicurigai sedang menyiapkan senjata kimia untuk membasmi oposisi.

Sikap terbelah

Sikap dunia internasional terbelah dalam menghadapi krisis di Suriah sama seperti saat menghadapi krisis di Libya tahun lalu. Walau demikian, tindakan terhadap Libya jauh lebih cepat dan tegas dibandingkan terhadap Suriah. Komunitas internasional saat ini seolah tidak mampu meredam krisis kemanusiaan di Suriah.

Krisis di Suriah memperlihatkan intervensi berbagai kepentingan pragmatis yang tumpang tindih. AS dan sekutu-sekutunya di Barat ditambah negara-negara Arab dan mayoritas masyarakat internasional di satu sisi menghendaki Assad harus turun untuk mengakhiri krisis. Di sisi lain ada Rusia, China, dan Iran yang masih setia mendukung Assad.

Bekas utusan khusus PBB dan Liga Arab untuk Suriah, Kofi Annan, berkata, dunia telah gagal menyelesaikan krisis di Suriah. Pengganti Annan, Lakhdar Brahimi, juga pesimistis krisis Suriah dapat diatasi. Intervensi asing masih sebatas wacana, sedangkan korban terus berjatuhan.(Pascal S Bin Saju)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com